Proses Fermentasi Pada Kefir

Grafik Pertumbuhan Bakteri

FERMENTASI KEFIR,  KADAR POLIFENOL DAN KUALITAS KEFIR SUSU KACANG KEDELAI


A.      FERMENTASI
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pangan (Winarno et al., 1980). Pada umumnya cara-cara pengawetan pangan ditujukan untuk menghambat atau membunuh mikroba. Sebaliknya fermentasi adalah suatu cara pengawetan yang mempergunakan mikroba tertentu untuk menghasilkan asam atau komponen lainnya yang dapat menghambat mikroba perusak lainnya. Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi anaerob atau partial anaerobic dari karbohidrat dan menghasilkan alkohol serta beberapa asam. Namun banyak proses fermentasi yang menggunakan substrat protein dan lemak (Muchtadi, 1989).
Hasil dari fermentasi terutama tergantung pada berbagai faktor yaitu jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut. Mikroba yang bersifat fermentatif dapat mengubah karbohidrat dan turunan-turunannya terutama menjadi alkohol, asam dan CO2. Mikroba proteolitik dapat memecah protein dan komponen-komponen nitrogen lainnya sehingga menghasilkan bau busuk yang tidak diinginikan sedangkan mikroba lipolitik akan memecah atau menghidrolisa lemak, fosfolipida dan turunannya dengan menghasilkan bau yang tengik (Winarno et al., 1980). Bila alkohol dan asam yang dihasilkan oleh mikroba fermentatif cukup tinggi maka pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik dapat dihambat. Prinsip fermentasi sebenarnya adalah mengaktifkan pertumbuhan dan metabolisme dari mikroba pembentuk alkohol dan asam, dan menekan pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik. Faktor- faktor yang mempengaruhi fermentasi yaitu jumlah mikroba, lama fermentasi, pH (keasaman), substrat (medium), suhu, dan oksigen.
a.      Jumlah Mikroba
Fermentasi dilakukan dengan menggunakan kultur murni atau starter. Banyaknya mikroba (starter/inokulum) yang ditambahkan berkisar antara 3–10 % dari volume medium fermentasi. Penggunaan inokulum yang bervariasi ini dapat menyebabkan proses fermentasi dan mutu produk selalu berubah-ubah. Inokulum adalah kultur mikroba yang diinokulasikan ke dalam medium fermentasi pada saat kultur mikroba tersebut berada pada fase pertumbuhan eksponensial. Kriteria untuk kultur mikroba agar dapat digunakan sebagai inokulum dalam proses fermentasi adalah (a) sehat dan berada dalam keadaan aktif sehingga dapat mempersingkat fase adaptasi (b) tersedia cukup sehingga dapat menghasilkan inokulum dalam takaran yang optimum (c) berada dalam bentuk morfologi yang sesuai (d) bebas kontaminasi (e) dapat mempertahankan kemampuannya membentuk produk (Rachman,1989). Menurut Fardiaz (1988), pertumbuhan mikroba di dalam suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1. Kurva pertumbuhan kultur mikroba (Fardiaz, 1988)
b.      Lama Fermentasi
Menurut Buckle et al., (1985) bila suatu sel mikroorganisme diinokulasikan pada media nutrien agar, pertumbuhan yang terlihat mulamula adalah suatu pembesaran ukuran, volume dan berat sel. Ketika ukurannya telah mencapai kira-kira dua kali dari besar sel normal, sel tersebut membelah dan menghasilkan dua sel. Sel-sel tersebut kemudian tumbuh dan membelah diri menghasilkan empat sel. Selama kondisi memungkinkan, pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung terus sampai sejumlah besar populasi sel terbentuk.
Waktu antara masing-masing pembelahan sel berbeda-beda tergantung dari spesies dan kondisi lingkungannya, tetapi untuk kebanyakan bakteri waktu ini berkisar antara 10 – 60 menit. Tipe pertumbuhan yang cepat ini disebut pertumbuhan logaritmis atau eksponensial karena bila log jumlah sel digambarkan terhadap waktu dalam grafik akan menunjukkan garis lurus. Tetapi pada kenyataannya tipe pertumbuhan eksponensial ini tidak langsung terjadi pada saat sel dipindahkan ke medium pertumbuhan dan tidak terjadi secara terus menerus (Rachman, 1989).
c.       pH (keasaman)
Makanan yang mengandung asam biasanya tahan lama, tetapi jika oksigen cukup jumlahnya dan kapang dapat tumbuh serta fermentasi berlangsung terus, maka daya awet dari asam tersebut akan hilang. Pada keadaan ini mikroba proteolitik dan lipolitik dapat berkembang biak. Sebagai contoh misalnya susu segar pada umumnya akan ditumbuhi dengan beberapa macam mikroba, mula-mula adalah Streptococcus lactis akan menghasilkan asam laktat. Tetapi pertumbuhan selanjutnya dari bakteri ini akan terhambat oleh keasaman yang dihasilkannya sendiri. Selanjutnya bakteri menjadi inaktif sehingga akan tumbuh bakteri jenis Lactobacillus yang Iebih toleran terhadap asam. Lactobacillus juga akan menghasilkan asam lebih banyak lagi sampai jumlah tertentu yang dapat menghambat pertumbuhannya. Selama pembentukan asam tersebut pH susu akan turun sehingga terbentuk "curd" susu. Pada keasaman yang tinggi Lactobacillus akan mati dan kemudian tumbuh ragi dan kapang yang lebih toleran terhadap asam. Kapang akan mengoksidasi asam sedangkan ragi akan menghasilkan hasil-hasil akhir yang bersifat basa dari reaksi proteolisis, sehingga keduanya akan menurunkan asam sampai titik di mana bakteri pembusuk proteolitik dan lipolitik akan mencerna "curd" dan menghasilkan gas serta bau busuk. Hubungan antara pertumbuhan mikroba dan jumlah asam ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.


Gambar 2.2. Hubungan antara jumlah asam dan pertumbuhan mikroba pada susu (Winarno et al., 2008)
d.      Suhu
Tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan maksimal, minimal dan optimal yaitu suhu yang memberikan pertumbuhan terbaik dan perbanyakan diri tercepat. Mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan suhu pertumbuhan yang diperlukannya yaitu golongan psikrofil, tumbuh pada suhu dingin dengan suhu optimal 10-20°C, golongan mesofil tumbuh pada suhu sedang dengan suhu optimal 20 – 45°C dan golongan termofil tumbuh pada suhu tinggi dengan suhu optimal 50 – 60°C (Gaman and Sherrington, 1992). Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama fermentasi.
Bakteri bervariasi dalam hal suhu optimum untuk pertumbuhan dan pembentukan asam. Kebanyakan bakteri dalam kultur laktat mempunyai suhu optimum 30°C, tetapi beberapa kultur dapat membentuk asam dengan kecepatan yang sama pada suhu 37°C maupun 30°C. Suhu yang lebih tinggi dari 40°C pada umumnya menurunkan kecepatan
pertumbuhan dan pembentukan asam oleh bakteri asam laktat, kecuali kultur yang digunakan dalam pembuatan yoghurt yaitu L.bulgaricus dan S.thermophilus memiliki suhu optimum 40- 45°C (Rahman et al., 1992). Inkubasi dengan suhu 43°C selama 4 jam terjadi peningkatan produksi berbagai enzim dari L.bulgaricus dan S.thermophilus antara lain enzim laktase dan 8 orthonitrophenol β-d-galaktopyranosid.
e.       Oksigen
Tersedianya oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Jamur bersifat aerobik (memerlukan oksigen) sedangkan khamir dapat bersifat aerobik atau anaerobik tergantung pada kondisinya. Bakteri diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu aerob obligat (tumbuh jika persediaan oksigen banyak), aerob fakultatif (tumbuh jika oksigen cukup, juga dapat tumbuh secara anaerob), anaerob obligat (tumbuh jika tidak ada oksigen) dan anaerob fakultatif (tumbuh jika tidak ada oksigen juga dapat tumbuh secara aerob) (Gaman and Sherrington, 1992).
B.       Susu Kedelai
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut. Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin) sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.
Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya.
Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill.
Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 % - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Seseorang yang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai.
Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan.
Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan.
Tabel 2.1. Komposisi Kacang Kedelai per 100 g Bahan
No
Komponen
Kadar (%)
1
Protein
35-45
2
Karbohidrat
18-32
3
Lemak
12-30
4
Air
7
Tabel 2.2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai Dengan Beberapa Bahan
Makanan Lain
No
Bahan Makanan
Protein (% berat)
1
Kedelai
35,00
2
Kacang hijau
22,00
3
Ikan segar
17,00
4
Jagung
9,20
5
Tepung singkong
1,10
6
Susu skim kering
36,00
7
Daging
19,00
8
Telur ayam
13,00
9
Beras
6,80

Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi tinggi, terutama karena kandungan proteinnya. Selain itu susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A, Vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air. Namun perhatian masyarakat kita terhadap jenis minuman ini pada umumnya masih kurang. Susu kedelai ini harganya lebih murah daripada susu produk hewani. Susu kedelai dapat dibuat dengan teknologi dan peralatan yang sederhana, serta tidak memerlukan keterampilan khusus. Penggunaan air sumur dapat menghasilkan susu kedelai dengan rasa yang lebih enak. Untuk memperoleh susu kedelai yang baik, kiita perlu menggunakan kedelai yang berkualitas baik. Dari 1 kg kedelai dapat dihasilkan 10 ltr susu kedelai (Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2000).
C.      Kefir
Kefir berasal dari pegunungan Kaukasus di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia, Rusia Barat Daya. Kefir memiliki nama yang berbeda-beda seperti kippe, kepi, khapov, khephir, dan kiaphir. Jenis susu fermentasi ini telah banyak dikonsumsi di beberapa negara Asia dan Scandinavia. Kefir adalah susu fermentasi yang memiliki rasa, warna dan konsistensi yang menyerupai yogurt dan memiliki aroma khas yeasty (seperti tape). Kefir diperoleh melalui proses fermentasi susu pasteurisasi menggunakan starter berupa butir atau biji kefir (kefir grain/kefir granule), yaitu butiran butiran putih atau krem dari kumpulan bakteri, antara lain Streptococcus sp., Lactobacilli dan beberapa jenis ragi/ khamir nonpatogen. Bakteri berperan menghasilkan asam laktat dan komponen flavor, sedangkan ragi menghasilkan gas asam arang atau karbon dioksida dan sedikit alkohol. Itulah sebabnya rasa kefir di samping asam juga sedikit ada rasa alkohol dan soda, yang membuat rasa lebih segar, dan kombinasi karbon dioksida dan alkohol menghasilkan buih yang menciptakan karakter mendesis pada produk
Sebagai minuman yang bergizi tinggi dengan kandungan gula susu (laktosa) yang relatif rendah dibandingkan susu murni, kefir sangat bermanfaat bagi penderita lactose intolerant atau tidak tahan terhadap laktosa, karena laktosanya telah dicerna menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase dari mikrobia dalam biji kefir. Di samping itu, kefir juga dipercaya oleh sebagian masyarakat dapat menyembuhkan beberapa penyakit metabolisme seperti diabetes, asma, dan jenis tumor tertentu, walaupun penelitian secara ilmiah tentang hal itu belum dilakukan. Di Rusia, konsumsi kefir dianggap penting karena kemampuan probiotik dan peranan sebagai penunjang kesehatan. Di negara tersebut kefir digunakan secara luas di rumah sakit dan sanatorium sebagai makanan bagi pasien yang mengalami gangguan pencernaan, arteriosklerosis, kelainan metabolisme seperti tekanan darah tinggi,dan makanan bagi anak-anak kecil (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian; 2007).
Kandungan gizi kefir sama dengan gizi bahan susu. Kefir kaya akan kalsium, asam amino, vitamin B, dan asam folat. Manfaat meminum kefir secara konsisten dapat menghindari resiko kanker kolon, memperlancar buang air besar, menurunkan kadar kolesterol, mengurangi resiko penyakit jantung koroner, mencegah infeksi saluran urine, hingga merangsang pembentukan sistem imun atau kekebalan tubuh (Kompas, 27 Maret 2005).
Di Indonesia belum terdapat standar nasional untuk kefir, untuk itu beberapa  penilitian lain tetantang kefir diantaranya Kunaepah (2008), Supriyono (2008), Wijaningsih (2008) menggunakan SNI yoghurt sebagai acuan dalam menentukan standar untuk kefir, alasannya adalah karena secara umum kedua produk tersebut (kefir dan yoghurt) dibuat menggunakan susu yang difermentasi oleh bakteri asam laktat. Untuk itu pada penelitian ini penulis juga menggunakan SNI tentang yoghurt sebagai standar untuk menilai hasil produk yang dihasilkan. SNI yoghurt tersaji dalam Tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3. Standar Nasional Indonesia Untuk Yoghurt
No
Kriteria Uji
Satuan
Yogurt tanpa perlakuan panas setelah fermentasi
Yogurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi
Yogurt
Yogurt rendah lemak
Yogurt tanpa lemak
Yogurt
Yogurt rendah lemak
Yogurt tanpa lemak
1
Keadaan



11
Penampakan
-
Cairan kental-padat
Cairan kental-padat
12
Bau
-
Normal/khas
Normal/khas
13
Rasa
-
Asam/khas
Asam/khas
14
Konsistensi
-
Homogen
Homogen
2
Kadar Lemak
%
Min. 3,0
0,6-2,9
Maks. 0,5
Min. 3,0
0,6-2,9
Maks. 0,5
3
Total padatan susu bukan lemak (b/b)
%
Minimum 8,2
Minimum 8,2
4
Protein (Nx6,38) (b/b)
%
Minimum 2,7
Minimum 2,7
5
Kadar abu
%
Maksimum 1,0
Maksimum 1,0
6
Keasaman (dihitung sebagai asam laktat)
%
0,5-2,0
0,5-2,0
7
Cemaran logam



7.1
Timbal (Pb)
mg/kg
Maksimum 0,3
Maksimum 0,3
7.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maksimum 20,0
Maksimum 20,0
7.3
Timah (Sn)
mg/kg
Maksimum 40,0
Maksimum 40,0
7.4
Raksa (Hg)
mg/kg
Maksimum 0,03
Maksimum 0,03
8
Arsen
mg/kg
Maksimum 0,1
Maksimum 0,1
9
Cemaran mikroba



9.1
Bakteri coliform
APM/g atau Koloni/g
Maksimum 10,0
Maksimum 10,0
9.2
Salmonella
-
Negatif/25 g
Negatif/25 g
9.3
Listeria monocytogenes
-
Negatif/25 g
Negatif/25 g
10
Jumlah bakteri starter*
Koloni.g
Minimum 107
-
              *sesuai dengan pasal 2 (istilah dan definisi)
Sumber : SNI 298:2009
D.      Polifenol
Polifenol (polyphenol) merupakan senyawa kimia yang terkandung di dalam tumbuhan dan bersifat antioksidan kuat. Polifenol adalah kelompok antioksidan yang secara alami ada di dalam sayuran (brokoli, kol, seledri), buah-buahan(apel, delima, melon, ceri, pir, dan stroberi), kacang-kacangan (walnut, kedelai, kacang tanah), minyak zaitun, dan minuman (seperti teh, kopi, cokelat dan anggur merah/red wine). Polifenol umumnya banyak terkandung dalam kulit buah, sehingga kita dihimbau untuk mengkonsumsi apel dan bit beserta kulitnya.
Zat ini mempunyai tanda khas yaitu banyak gugus fenol dalam molekulnya. Senyawa fenol ini merupakan salah satu jenis fitokimia yang didasarkan pada struktur kimnya. Senyawa fenol dalam tanaman dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu asam fenol, flavonoid dan tanin. Flavonoid mempunyai fungsi memberi warna (merah, jingga, kuning dan hijau) dan rasa pada sayur-sayuran (Maulana, dalam Kunaepah 2008).
Senyawa fenol dalam tanaman dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu asam fenol, flavonoid dan tanin. Asam kafeat, firulat, dan asam siringat adalah contoh dari asam fenol. Senyawa fenol adalah substansi yang memiliki cincin benzene dengan satu atau lebih gugus hidroksil, termasuk turunan fungsionalnya. Fenol banyak memiliki efek menguntungkan bagi kesehatan. Salah satunya adalah mengurangi resiko penyakit jantung dengan menghambat oksidasi LDL (low density lipoprotein). Sejumlah besar fenol baik yang memiliki berat molekul rendah maupun tinggi menunjukkan kemampuan sebagai antioksidan melawan oksidasi lipid. Senyawa fenol yang memiliki banyak gugus hidroksil sangat efektif mencegah oksidasi lipid. Selain itu senyawa fenol juga diketahui memiliki sifat antibakteri, antivirus, anti mutagenik dan antikarsinogenik (Supriyono, 2008).
Flavonid termasuk senyawa polifenol yang banyak ditemukan pada tanaman teh (48%), bawang merah (29%) dan apel (7%). Flavonoid sebagai bagian dari senyawa polifenol juga mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Berdasarkan penelitian Alberto et al. (2006), efek antibakteri dari polifenol pada kulit apel dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada manusia yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan beberapa bakteri patogen lainnya. Penelitian lain menyebutkan bahwa aktivitas antibakteri dari polifenol pada fermentasi teh dapat melawan bakteri Streptococcus mutans (Sasaki et al., 2004).
Selain sebagai anti bakteri, polifenol juga memiliki manfaat sebagai anti oksidan. Para peneliti dari Universitas Tuft, Boston, menemukan kandungan aplha-linolenic acid (ALA) pada kacang, dan juga polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan, akan menghambat sinyal penyebab kerusakan pada jalur di otak. Jenis kacang yang disarankan untuk mencegah penurunan daya ingat adalah almond dan kenari. Makan 45 g kacang kenari sehari dapat membantu gangguan memori yang terkait dengan usia. kacang yang tinggi kandungan alpha-linolenic acid (ALA) dan polifenol lain yang bertindak sebagai antioksidan, dapat memblokir sinyal yang dapat menyebabkan kerusakan pada jalur otak (Suaramedia.com 2010).
Secara umum kekuatan senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik, posisi ikatan, posisi hidroksil bolak balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen atau elektron serta kemampuannya dalam ”merantas” radikal bebas (free radical scavengers). Semua polifenol mampu ”merantas” oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk radikal fenoksil yang relatif stabil. Ada hubungan antara kemampuan senyawa fenol sebagai antioksidan dan struktur kimianya. Konfigurasi dan total gugus hidroksil merupakan dasar yang sangat mempengaruhi mekanisme aktivitasnya sebagai antioksidan (Mokgope, dalam Supriyono 2008).
Polifenol ini berperan melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dengan cara mengikat radikal bebas sehingga mencegah proses inflamasi dan peradangan pada sel tubuh. Dr. Perricone dalam bukunya “the Perricone prescription, program ampuh 28 hari mempermuda wajah dan menyehatkan seluruh tubuh” menyarankan minum teh hijau 3 kali sehari untuk mengurangi efek peradangan yang akan menghambat proses penuaan dini. Polifenol juga bermanfaat menurunkan risiko penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, alzheimer, dan kanker (Anonim, 2009).
Selain terdapat secara alami didalam sel tumbuhan, polifenol juga ternyata bisa terbentuk sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat dan beberapa jenis khamir. Penelitian kunaepah (2008) menunjukkan bahwa pada proses pembuatan kefir dengan susu kacang merah menunjukkan peningkatan kadar plifenol total dengan konsentrasi starter 5%. Sementara pada penelitian Supriyono (2008), peningkatan maksimal kadar polifenol total pada pembuatan kefir dengan susu kacang hijau terjadi pada konsentrasi starter 10%. Peningkatan kadar polifenol ini disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat dan khamir yang mendekarboksilasi asam hidroksi sianamat yang dikandung oleh dinding sel kacang-kacangan dalam hal ini kacang merah dan kacang hijau.
Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat Vanbeneden et all., (2004), kacang-kacangan memiliki kandungan asam hidroksi sinamat yang teresterifikasi dalam dinding sel polisakarida. Senyawa ini dapat terlepas karena proses penggilingan dan kemudian dapat dimetabolisme selama proses fermentasi. Beberapa microrganisme seperti genus Lactobacilus dan beberapa jenis jenis khamir memiliki kemapuan untuk mendekarboksilasi senyawa ini dan turnannya seperti trans hydroxy-3-methoxy cinnamic acid (ferulic acid [FA]) dan trans-4-hydroxycinnamic acid (p-coumaric acid [PCA]) menjadi volatile phenols yaitu 3-methoxy-4- hydroxystyrene (4-vinylguaiacol [4-VG]) and 4-hydroxystyrene (4-vinylphenol [4-VP]) (Beek and Priest, 2000).
Peningkatan polifenol kefir susu kacang merah dan kefir susu kacang hijau yang sebelumnya dilakukan oleh Supriyono (2008), Kunaepah (2008), dan Wijaningsih (2008) terjadi karena adanya dekarboksilasi asam sinamat (ferulic acid dan p-coumaric acid) membentuk 4-vinylphenol. Dekarboksilasi asam sinamat menjadi vinyl fenol terjadi karena aktivitas enzim vinyl phenol reductase yang dihasilkan oleh khamir. Lactobacillus memiliki pula kemampuan mendegradasi asam ferulat dan asam sinamat yang merupakan komponen polisakarida dinding sel kacang-kacangan melalui aktivitas enzim ferulic acid decarboxylase dan vinyl phenol reductase menjadi 4-vinyl phenol dan 4-ethylphenol (Beek and Priest, 2000).

Berikut jalur pembentukan fenol dari asam hidroksi sinamat :

Gambar 2.3. Jalur pembentukan fenol dari asam sinamat
(Sumber : Beek and Priest, 2000)
E.       Asam Laktat
Asam-asam organik dari produk fermentasi merupakan hasil aktivitas pertumbuhan bakteri. Penentuan kuantitatif asam organik pada produk fermentasi adalah penting untuk mempelajari kontribusi bagi aroma sebagian besar produk fermentasi, alasan gizi, dan sebagai indikator aktivitas bakteri. Asam-asam organik juga sering digunakan sebagai acidulants (bahan pengasam) yang dapat menurunkan pH. Sehingga pertumbuhan mikroba berbahaya pada produk fermentasi akan terhambat (Nur, 2005).
Salah satu asam organik yang sering terbentuk akibat proses fermentasi adalah asam laktat. Asam laktat dihasilkan oleh bakteri asam laktat, diantara adalah genus Lactobacillus. Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat (Amin dan Leksono, 2001).
Asam laktat ini dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL), merupakan organisme bersel satu yang mampu memproduksi asam laktat sebagai hasil metabolisme selnya. Terdapat lebih dari 20 Genus mikroba yang termasuk bakteri asam laktat, di antaranya adalah Aerococcus, Bifidobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, dan Tetragenococcus.
Bakteri asam laktat umumnya memiliki bentuk batang atau basil, seperti Lactobacillus acidophius, Lactobacillus casei, dan Lactobacillus plantarum. Namun, ada juga bakteri asam laktat yang selnya berbentuk bulat seperti Streptococcus lactis dan Streptococcus thermophilus. Bakteri asam laktat bergram positif dan tidak mampu membentuk spora bakteri.
Secara generatif, bakteri asam laktat tidak bersifat patogen atau tidak berbahaya. Justru sebagian besar bakteri asam laktat dapat diisolasi dari makanan, minuman, ikan, daging, susu dan buah-buahan. Bakteri asam laktat aman bagi kesehatan, bahkan di antaranya menjadi bahan dasar dalam produksi makanan, minuman maupun probiotik bagi kesehatan manusia, hingga hewan ternak demi keuntungan manusia. Probiotik adalah makanan tambahan bagi manusia maupun hewan ternak. Fungsi probiotik adalah untuk mengatur keseimbangan flora normal dalam sistem pencernaan.
Beberapa bakteri asam laktat yang bisa diisolasi dari saluran pencernaan manusia di antaranya; Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus fermentum dan Lactobacillus reuteri.
a.      Keunggulan Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat sebagai mikroorganisme yang berperan besar dalam kehidupan manusia setidaknya memiliki tiga keunggulan di antaranya:
1.    Bakteri asam laktat memiliki efisiensi yang tinggi karena mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan.
2.    Bakteri asam laktat keberadaannya sangat melimpah, karena mampu diperoleh dari berbagai sumber yang ada di muka bumi, seperti makanan, minuman, sayur, maupun buah.
3.    Ketersediaan yang sangat mencukupi dan pengolahaannya yang mudah, membuat bakteri asam laktat memiliki potensi besar untuk dikembangkan baik dalam industri kecil, menengah maupun besar.
b.      Peranan Bakteri Asam Laktat
Selain sebagai bahan dasar probiotik, ada beberapa peranan lain dari bakteri asam laktat yang sangat menguntungkan bagi manusia, untuk menunjang kesehatan maupun perekonomian, di antaranya adalah:
1.    Pembuatan Makanan dan Minuman Fermentasi
Beberapa contoh makanan dan minuman yang dapat dihasilkan dengan bantuan bakteri asam laktat adalah, keju, mentega, kecap, acar atau manisan buah maupun sayur, nata de coco, dan mayones. Contoh lainnya adalah yoghurt. Yoghurt merupakan bahan pangan dari susu yang telah difermentasikan. Yoghurt dikunsumsi untuk menjaga kesehatan sistem pencernaan manusia. Bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme yang berjasa dalam fermentasi susu menjadi yoghurt. Bakteri yang paling sering terdapat di dalam yoghurt yaitu Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, dan Streptococcus thermophilus.
2.    Menghasilkan Beberapa Senyawa Antimikroba
Senyawa antimikroba ini dikenal dengan nama bakteriosin, salah satu contohnya adalah nisin. Nissin merupakan senyawa antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri seperti Clostridium (pembawa penyakit tetanus) dan Salmonella (pembawa penyakit tipus). Selain bakteriosin, bakteri asam laktat juga mampu menghasilkan senyawa hidrogen peroksida, reuterin, dan diasetil. Penggunaan senyawa antimikroba ini dapat dijumpai dalam pengawetan berbagai macam produk makanan, seperti daging dan ikan. Jadi memang tak perlu diragukan, bahwa bakteri asam laktat telah memberikan kontribusi penting dan potensi besar dalam kehidupan umat manusia.
F.       Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan (Wagiono, 2003).
Pengujian organoleptik/sensori mempunyai peranan penting sebagai pendeteksian awal dalam menilai mutu untuk mengetahui penyimpangan dan perubahan dalam produk. Pelaksanaan uji organoleptik/sensori dapat dilakukan dengan cepat dan langsung serta kadang kadang penilaian ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif (SNI-01-2346-2006).
Pelaksanaan uji organoleptik memerlukan paling tidak dua pihak yang bekerja sama, yaitu panelis dan pelaksana kegiatan pengujian. Keduanya berperan penting dan harus bekerja sama, sehingga proses pengujian dapat berjalan dan memenuhi kaidah obyektivitas dan ketepatan. Panelis adalah seseorang atau sekelompok orang yang bertugas melakukan proses pengindraan dalam uji organoleptik.
Menurut Wagiono 2003, terdapat lima macam panelis, :
1.         Panelis pencicip perorangan
Disebut juga pencicip tradisional, memiliki kepekaan indrawi yang sangat tinggi. Keistimewaan pencicip ini adalah dalam waktu yang sangat singkat dapat menilai mutu dengan tepat, bahkan dapat menilai pengaruh dari proses yang dilakukan dan penggunaan bahan baku.
Kelemahan pencicip perorangan adalah hasil uji berupa keputusan yang mutlak, ada kemungkinan terjadi bias atau kecenderungan dapat menyebabkan pengujian tidak tepat karena tidak ada kontrol atau pembandingnya. Target pengujian sangat tergantung pada seseorang, jika ada gangguan kesehatan atau faktor yang mempengaruhi kepekaan panelis, jalannya pengujian akan terhambat. Panelis perorangan kemampuannya biasanya spesialis untuk satu jenis komoditas tetapi lengkap.
2.         Panelis pencicip terbatas
Beranggotakan 3 sampai 5 orang panelis yang memiliki tinggkat kepekaan tinggi, berpengalaman, terlatih dan kompeten untuk menilai beberapa atribut mutu organoleptik atau kompeten untuk beberapa komoditas. Panelis ini dapat mengurangi faktor bias dalam menilai mutu dan tingkat ketergantungannya hanya pada seseorang lebih kecil. Hasil penilaian adalah kesepakatan dari anggota panelis. Kemampuan dalam melakukan pengujian sampai dengan uji yang bersifat diskriptis (menyeluruh) terhadap semua atribut mutu dan juga untuk beberapa komoditas atau produk. Kelemahannya jika terdapat dominasi diantara anggota panelis.
3.         Panelis terlatih
Panelis yang anggotanya 15 sampai 25 orang berasal dari personal laboratorium atau pegawai yang telah terlatih secara khusus untuk kegiatan pengujian. Kemampuannya terbatas pada uji yang masih parsial ( tidak menyeluruh pada semua atribut mutu ). Hasil pengujian diperoleh dari pengolahan data secara statistika, sehingga untuk beberapa jenis uji sangat tepat dan dapat bersifat representatif ( mewakili ).
4.         Panelis tak terlatih
Adalah panelis yang anggotanya tidak tetap, dapat dari karyawan atau bahkan tamu yang datang keperusahaan. Seleksi hanya terbatas pada latar belakang sosial bukan pada tingkat kepekaan indrawi individu. Panelis ini biasanya hanya digunakan untuk uji kesukaan (uji hedonik). Jumlah panelis minimum untuk panelis tak terlatih adalah 30 orang.
5.          Panelis konsumen
Panelis ini terdiri dari 30-100 orang tergantung dari target pemasaran suatu komoditi. Panelis ini bersifat sangat umum dan tidak dapat ditemukan berdasarkan daerah atau kelompok tertentu.
Daya terima seseorang terhadap suatu produk makanan tergantung pada tingkat kesukaan, tempat tinggal dan kondisi kesehatan baik jasmaniah maupun rohaniyah. Sedangkan faktor kesukaan dari suatu produk makan berkaitan dengan bagaimana suatu produk dapat memberi daya tarik tersendiri, sehingga semakin baik daya terima seseorang, semakin tinggi tingkat kesukaan dan semakin tinggi tingkat kepuasan seseorang terhadap suatu produk (Soewarno, 1985). Salah satu cara mengetahui keinginan konsumen akan produk makanan dan minuman dapat dilakukan dengan uji kesukaan (uji hedonik). Tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik, misalnya sangat suka sekali, sangat suka, agak suka, suka, agak tidak suka, tidak suka dan sangat tidak suka (Soekarto, 1985).
Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendakinya. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Penggunaan skala hedonik pada prakteknya dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan. Sehingga uji hedonik sering digunakan untuk menilai secara organoleptik terhadap komoditas sejenis atau produk pengembangan. Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir (Wagiono, 2003).
Syarat sayarat panelis menurut SNI 01-2346-2006 tentang petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori adalah sebagai berikut :
1.      Mau berpartisi pasi dalam uji organoleptik.
2.      Konsisten dalam mengambil keputusan.
3.      Berbadan sehat, bebas dari penyakit THT, tidak buta warna serta gangguan psikologis.
4.      Tidak menolak terhadap makanan yang akan diuji (tidak alergi).
5.      Tidak melakukan uji sesudah makan.
6.      Minimal 20 menit setelah merokok, makan permen karet, makanan dan minuman ringan.
7.      Tidak melakukan uji pada saat sakit influenza dan sakit mata.
8.      Tidak makan makanan yang sangat pedas saat makan siang jika pengujian dilakukan siang hari.
9.      Tidak menggunakan kosmetik seperti parfum dan lipstik serta mencuci tangan dengan sabun yang tidak pada saat akan uji bau.


Komentar