Haedongyonggungsa Temple (Dokumentasi Pribadi)
Nyasar Ke Korea
Assalamualaikum
Anyong Haseo
Jam menunjukkan pukul 18.00 WIB waktu itu, "ayo qla ikut ayah ke masjid". Itu adalah sholat maghrib jamaah terakhir saya di masjid dekat rumah, sampai desember 2020 tahun depan. Akan terasa lama sekali rasanya perjalanan ke luar negeri ini, yang terjauh sekaligus terlama dan sekaligus juga sebagai yang pertama yang pernah saya lakukan.
Seminggu sebelumnya semua anggota keluarga ikut sibuk membantu mempersiapkan semua kebutuhan yang akan saya bawa, mulai dari baju, alat sholat, alqur'an, makanan (abon, biskuit), perlengkapan mandi dan semua perintilan kecil ikut sisiapkan. Beruntung saya memiliki si "bebeb" yang walaupun sedang hamil tak pernah kelewatan membatu dan ikut membelikan kebutuhan perjalanan ke utara ini, bahkan semua perlengkapan di masukkan kekoper juga olehnya.
Jauh mundur kebelakang, keberangkatan ke Korea Selatan sebenarnya sudah kita diskusikan sejak lama, sejak satu tahun lalu. Si "bebeb" begitu yakin kalau saya akan mendapatkan beasiswa ini. "Entah kenapa saya begitu yakin kamu bakalan dapat beasiswa itu beib" katanya suatu ketika. Dukungan moril itu merasuk kerelung hati, tertanam di alam bawah sadar sehingga selalu terucap dalam setiap doa. Karena dukungan moril itu pun, saya begitu serius mengurus pendaftaran beasiswa ini, mulai dari mempersiapkan tes toefl, mengurus berkas-berkas, membuat essay, sampai mengurus legalisir ijazah dikedutaan Korea yang proses sampai 3 lapis (nanti saya akan cerita di tulisan selanjutnya ya).
Tepat 18.45, semua koper sudah masuk mobil. Air mata sebenarnya sudah ingin menetes dari tadi, tapi ditahan sedemikian rupa sehingga kelenjar lakrimaris bekerja sangat berat. Sepanjang perjalanan ke bandara (Terminal 3 ultimate) suasana hati begitu tak menentu, campur aduk, sedih, bahagia, semua menyatu. Anak perempuanku satu-satunya itu tak pernah lepas dari pangkuan. Kuusap kepalanya, kuajak dia bercanda, tak henti-henti kucium pipi dan keningnya. Sebenarnya tak tega rasanya akan meninggalkan dia begitu lama, akan lama tidak mengajak dia bersepeda berkeliling kompleks perumahan, atau pun akan lama tidak akan mengajak dia ke *****maret sekedar untuk membelikannya **********y (yang merupakan musuh kita bersama ketika kekasir).
20.15 (kurang lebih ya), kita masuk area parkir bandara, air mata yang sejak tadi ditahan kini mulai tercucur, tapi dengan sigap ku usap. Semua barang telah naik di troli, bahkan putri kecilku sudah ikut naik diatas koper-koper. Iming-iming untuk mencarikan dia dimana Garasi "Tayo, Gani, Rogi dan Lani" cukup membuat dia kuat (walau sebenarnya ayahnya yang tidak kuat). Sepanjang perjalanan memasuki bandara, kuajak dia bercanda, menyanyi lagu "hai tayo" (saya sudah hapal diluar kepala) sampai mengajak dia berangan-angan nanti dia dan unah dan dedek akan menyusl ke sini.
10.30 PM, malam sudah semakin larut, susana semakin begitu sunyi. Bandara malam itu begitu ramai, namun seolah-olah hanya ada kami disitu. Boarding time pun tiba, perpisahan pun seolah-oleh begitu digadaya malam itu. Hati yang tadi sudah mulai ikhlas, kini tersentak lagi setelah melihat wajah polos putri kecil dan wajah cantik "tuan putri sebenarnya" itu. Kupeluk erat mereka, ku ciumi pipi dan kening mereka "do'a kan ayah ya, semoga kuliahnya lancar, dan nanti aqla, unah dan dedek bisa segera menyusul kesana", kata perpisahan sebagai penguat hati kami bertiga (akan segera ber 4).
Lorong bandara itu seakan begitu sepi (karena emang masuknya dari jalur paspor dinas :)), dari balik kaca tempat makan malam bersama malam itu mereka melambaikan tangan, "hati-hati" gerak bibir bebeb yg bisa aku baca. Tetes air mata tak sanggup lagi kutahan, kulambaikan tangan, kupanjatkan do'a semoga perjalanan ini di ridhoi dan bisa menjadi amal dan membawa kebaiakan bagi semua.
Busan Tower (Dokumentasi Pribadi)
ig-@muhamadfirmansyah2799
Sejong 1 building
Daeyon, 3 (sam)-dong
Busan
Korea Selatan
Komentar
Posting Komentar