Tugas Review Biologi Molekuler
REPLIKASI
a.
Replikasi dan Permodelan dalam Replikasi
Replikasi adalah peristiwa sintesis DNA. Saat suatu sel membelah secara mitosis, tiap-tiap sel hasil
pembelahan mengandung DNA penuh dan identik seperti induknya. Dengan demikian, DNA harus secara tepat
direplikasi sebelum pembelahan dimulai. Replikasi
DNA dapat terjadi dengan adanya sintesis rantai nukleotida baru dari rantai
nukleotida lama. Proses komplementasi
pasangan basa menghasilkan suatu molekul DNA baru yang sama dengan molekul DNA
lama sebagai cetakan.
Replikasi DNA
mempunyai tiga model yaitu:
- Model konservatif : heliks ganda induk tetap dalam keadaan utuh dan sebuah salinan kedua yang sama sekali baru telah dibuat.
- Model semikonservatif : kedua untai molekul induk berpisah, dan setiap untai berfungsi sebagai cetakan untuk mensintesis untai komplementer yang baru
- Model dispersif : setiap untai dari kedua molekul anak terdiri dari campuran antara bagian untaian yang baru disintesis.
Di antara
ketiga cara replikasi
DNA yang diusulkan
tersebut, hanya cara
semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang dikenal
dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium
density-gradient centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada tahun 1958 oleh M.S. Meselson dan F.W. Stahl.
semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang dikenal
dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium
density-gradient centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada tahun 1958 oleh M.S. Meselson dan F.W. Stahl.
Mereka menumbuhkan bakteri
Escherichia coli selama beberapa generasi di dalam medium yang
mengandung isotop nitrogen 15N
untuk menggantikan isotop
nitrogen normal 14N yang lebih
ringan. Akibatnya, basa-basa nitrogen pada molekul DNA sel-sel bakteri tersebut
akan memiliki 15N yang berat. Molekul DNA dengan basa nitrogen yang mengandung 15N
mempunyai tingkat kerapatan (berat per
satuan volume) yang lebih tinggi daripada
DNA normal (14N). Oleh
karena molekul-molekul dengan
tingkat kerapatan yang berbeda dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi
tersebut di atas, maka Meselson dan Stahl dapat mengikuti perubahan tingkat
kerapatan DNA sel-sel bakteri E. coli yang semula ditumbuhkan pada
medium 15N selama beberapa generasi, kemudian dikembalikan ke medium normal 14N
selama beberapa generasi berikutnya. Molekul
DNA mempunyai kerapatan yang lebih kurang sama dengan kerapatan larutan
garam yang sangat pekat seperti larutan
6M CsCl (sesium khlorida). Sebagai perbandingan,
kerapatan DNA E.coli dengan basa nitrogen yang mengandung isotop 14N
dan 15N
masing-masing adalah 1,708
g/cm3 dan 1,724
g/cm3, sedangkan kerapatan larutan 6M CsCl adalah 1,700 g/cm3.
Ketika
larutan 6M CsCl yang di dalamnya
terdapat molekul DNA disentrifugasi dengan
kecepatan sangat tinggi, katakanlah 30.000 hingga 50.000 rpm, dalam waktu 48 hingga
72 jam, maka
akan terjadi keseimbangan
tingkat kerapatan. Hal ini karena molekul-molekul garam
tersebut akan mengendap
ke dasar tabung sentrifuga akibat adanya gaya
sentrifugal, sementara di
sisi lain difusi
akan menggerakkan molekulmolekul garam kembali ke atas tabung. Molekul DNA dengan
tingkat kerapatan tertentu akan menempati
kedudukan yang sama dengan kedudukan larutan garam yang tingkat kerapatannya sama dengannya.
b.
Replikasi DNA Prokariota
Replikasi DNA kromosom prokariot, khususnya bakteri, sangat berkaitan
dengan siklus pertumbuhannya. Daerah
ori pada E. coli, misalnya, berisi empat buah tempat pengikatan protein
inisiator DNA, yang masing-masing panjangnya 9 pb. Sintesis protein DNA ini sejalan dengan laju
pertumbuhan bakteri sehingga inisiasi replikasi juga sejalan dengan laju
pertumbuhan bakteri. Pada laju pertumbuhan sel yang sangat tinggi, DNA kromosom
prokariot dapat mengalami reinisiasi replikasi pada dua ori yang baru
terbentuk, sebelum putaran replikasi yang pertama berakhir. Akibatnya, sel-sel
hasil pembelahan akan menerima kromosom yang sebagian telah bereplikasi.
Protein DNA membentuk struktur kompleks yang terdiri atas 30 hingga 40
buah molekul, yang masing-masing akan terikat pada molekul ATP. Daerah ori akan
mengelilingi kompleks DNA-ATP tersebut. Proses ini memerlukan kondisi
superkoiling negatif DNA (pilinan kedua untai DNA berbalik arah sehingga
terbuka). Superkoiling negatif akan menyebabkan pembukaan tiga sekuens
repetitif sepanjang 13 pb yang kaya dengan AT sehingga memungkinkan terjadinya
pengikatan protein DnaB, yang merupakan enzim helikase, yaitu enzim yang akan
menggunakan energi ATP hasil hidrolisis untuk bergerak di sepanjang kedua untai
DNA dan memisahkannya.
Untai DNA tunggal hasil pemisahan oleh helikase selanjutnya diselubungi
oleh protein pengikat untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb)
untuk melindungi DNA untai tunggal dari kerusakan fisik dan mencegah
renaturasi. Enzim DNA primase kemudian akan menempel pada DNA dan menyintesis
RNA primer yang pendek untuk memulai atau menginisiasi sintesis pada untai pengarah.
Agar replikasi dapat terus berjalan menjauhi ori, diperlukan enzim helikase
selain DnaB. Hal ini karena pembukaan heliks akan diikuti oleh pembentukan
putaran baru berupa superkoiling positif. Superkoiling negatif yang terjadi
secara alami ternyata tidak cukup untuk mengimbanginya sehingga diperlukan
enzim lain, yaitu topoisomerase tipe II yang disebut dengan DNA girase. Enzim
DNA girase ini merupakan target serangan antibiotik sehingga pemberian
antibiotik dapat mencegah berlanjutnya replikasi DNA bakteri.
Seperti telah dijelaskan di atas, replikasi DNA terjadi baik pada untai
pengarah maupun pada untai tertinggal. Pada untai tertinggal suatu kompleks
yang disebut primosom akan menyintesis sejumlah RNA primer dengan interval
1.000 hingga 2.000 basa. Primosom terdiri atas helikase DnaB dan DNA primase. Primer baik pada untai pengarah maupun
pada untai tertinggal akan mengalami elongasi dengan bantuan holoenzim DNA
polimerase III. Kompleks multisubunit ini merupakan dimer, separuh akan bekerja
pada untai pengarah dan separuh lainnya bekerja pada untai tertinggal. Dengan
demikian, sintesis pada kedua untai akan berjalan dengan kecepatan yang sama.
Masing-masing bagian dimer pada kedua untai tersebut terdiri atas subunit
a, yang mempunyai fungsi polimerase sesungguhnya, dan subunit e, yang mempunyai
fungsi penyuntingan berupa eksonuklease 3’– 5’. Selain itu, terdapat subunit b
yang menempelkan polimerase pada DNA. Begitu
primer pada untai tertinggal dielongasi oleh DNA polimerase III, mereka akan
segera dibuang dan celah yang ditimbulkan oleh hilangnya primer tersebut diisi
oleh DNA polimerase I, yang mempunyai aktivitas polimerase 5’– 3’, eksonuklease
5’ – 3’, dan eksonuklease penyuntingan 3’ – 5’. Eksonuklease 5’ ® 3’ membuang
primer, sedangkan polimerase akan mengisi celah yang ditimbulkan. Akhirnya,
fragmen-fragmen Okazaki akan dipersatukan oleh enzim DNA ligase. Secara in
vivo, dimer holoenzim DNA polimerase III dan primosom diyakini membentuk
kompleks berukuran besar yang disebut dengan replisom. Dengan adanya replisom
sintesis DNA akan berlangsung dengan kecepatan 900 pb tiap detik.
Kedua garpu replikasi akan bertemu kira-kira pada posisi 180°C dari ori.
Di sekitar daerah ini terdapat sejumlah terminator yang akan menghentikan
gerakan garpu replikasi. Terminator tersebut antara lain berupa produk gen tus,
suatu inhibitor bagi helikase DnaB. Ketika replikasi selesai, kedua lingkaran
hasil replikasi masih menyatu. Pemisahan dilakukan oleh enzim topoisomerase IV.
Masing-masing lingkaran hasil replikasi kemudian disegregasikan ke dalam kedua
sel hasil pembelahan.
c.
Replikasi
DNA Eukariota
Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase.
Untuk memasuki fase S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang
disebut siklin dan kinase tergantung siklin atau cyclin-dependent protein
kinases (CDKs), yang berturut-turut akan diaktivasi oleh sinyal pertumbuhan
yang mencapai permukaan sel. Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi dan
mengaktifkan protein-protein yang diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing
ori.
Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada
eukariot bergerak hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan
penyalinan, DNA harus dilepaskan dari nukleosom pada garpu replikasi sehingga
gerakan garpu replikasi akan diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik.
Dengan kecepatan seperti ini diperlukan waktu sekitar 30 hari untuk menyalin
molekul DNA kromosom pada kebanyakan mamalia.
Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon
mengalami inisiasi secara serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan
yang mengalami inisasi paling awal adalah eukomatin, sedangkan deretan yang
agak lambat adalah heterokromatin. DNA sentromir dan telomir bereplikasi paling
lambat. Pola semacam ini mencerminkan aksesibilitas struktur kromatin yang
berbeda-beda terhadap faktor inisiasi.
Seperti halnya pada prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan Ssb
yang disebut dengan protein replikasi A atau replication protein A (RP-A)
diperlukan untuk memisahkan kedua untai DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase
yang berbeda terlibat dalam elongasi. Untai pengarah dan masing-masing fragmen
untai tertinggal diinisiasi oleh RNA primer dengan bantuan aktivitas primase
yang merupakan bagian integral enzim DNA polimerase a. Enzim ini akan
meneruskan elongasi replikasi tetapi kemudian segera digantikan oleh DNA
polimerase d pada untai pengarah dan DNA polimerase e pada untai tertinggal.
Baik DNA polimerase d maupun e mempunyai fungsi penyuntingan. Kemampuan DNA
polimerase d untuk menyintesis DNA yang panjang disebabkan oleh adanya antigen
perbanyakan nuklear sel atau proliferating cell nuclear antigen (PCNA), yang
fungsinya setara dengan subunit b holoenzim DNA polimerase III pada E. coli.
Selain terjadi penggandaan DNA, kandungan histon di dalam sel juga mengalami
penggandaan selama fase S.
Mesin replikasi yang terdiri atas semua enzim dan DNA yang berkaitan
dengan garpu replikasi akan diimobilisasi di dalam matriks nuklear. Mesin-mesin
tersebut dapat divisualisasikan menggunakan mikroskop dengan melabeli DNA yang
sedang bereplikasi. Pelabelan dilakukan menggunakan analog timidin, yaitu
bromodeoksiuridin (BUdR), dan visualisasi DNA yang dilabeli tersebut dilakukan
dengan imunofloresensi menggunakan antibodi yang mengenali BUdR.
Ujung kromosom linier tidak dapat direplikasi sepenuhnya karena tidak ada
DNA yang dapat menggantikan RNA primer yang dibuang dari ujung 5’ untai
tertinggal. Dengan demikian, informasi genetik dapat hilang dari DNA. Untuk
mengatasi hal ini, ujung kromosom eukariot (telomir) mengandung beratus-ratus
sekuens repetitif sederhana yang tidak berisi informasi genetik dengan ujung 3’
melampaui ujung 5’. Enzim telomerase mengandung molekul RNA pendek, yang
sebagian sekuensnya komplementer dengan sekuens repetitif tersebut. RNA ini
akan bertindak sebagai cetakan (templat) bagi penambahan sekuens repetitif pada
ujung 3’.
Hal yang menarik adalah bahwa aktivitas telomerase mengalami penekanan di
dalam sel-sel somatis pada organisme multiseluler, yang lambat laun akan
menyebabkan pemendekan kromosom pada tiap generasi sel. Ketika pemendekan
mencapai DNA yang membawa informasi genetik, sel-sel akan menjadi layu dan
mati. Fenomena ini diduga sangat penting di dalam proses penuaan sel. Selain
itu, kemampuan penggandaan yang tidak terkendali pada kebanyakan sel kanker
juga berkaitan dengan reaktivasi enzim telomerase.
Baca Juga
Transkripsi DNA
Baca Juga
Transkripsi DNA
Komentar
Posting Komentar