Evolusi Genom


Evolusi


1) Evolusi Dari Kelompok Awal

Dari sederetan peristiwa yang disebut di muka, pada akhirnya terbentuklah sel awal yang selanjutnya merupakan bentuk permulaan dari makhluk bersel satu. Dalam kenyataan menunjukkan bahwa perbedaan antara hewan tingkat rendah dan tumbuhan tingkat rendah tidak jelas. Sehingga menuntun orang untuk berpendapat bahwa hewan maupun tumbuhan bersel satu berasal dari satu bentuk asal yang juga merupakan bentuk asal dari flagelata yang kini dijumpai. Contoh flaqelata yang dijumpai yang menunjukkan sifat seperti tumbuhan maupun hewan adalah Euglena dan Voluox.

2) Bentuk Pertama Tumbuhan

Ciri bentuk pertama dari tumbuhan adaIah menghilangnya flagela dan berkembangnya klorofil. Dari bentuk awal ini kemudian berkembang alga, yaitu alga hijau, (yang diperkirakan berasal dari alga hijau - biru), alga perang, alga merah dan sebagainya.
Semua alga mengandung klorofil di samping adanya pigmen lain. perubahan selanjutnya adalah perkembangan alga bersel satu menjadi alga bersel banyak. Alga hijau dianggap sebagai asal – asul dari lumut, yaitu suatu perubahan bentuk kehidupan dari air ke bentuk kehidupan di darat. Bentuk kehidupan simbiosis terlihat pada lumut kerak, yaitu bentuk kehidupan simbiosis antara alga hijau dan alga biru dengan jamur.

3) Bentuk Awal dari Hewan

Dari bentuk awal yang rrrenyerupai flagelata kemudian timbul flagelata yang menyerupai flagelata yang ada sekarang. Organisme inilah yang kemudian mewakili kelompok protozoa, yang kemudian dari radiasi yang bersifat adaptatif timbullah protozoa-protozoa yang lain, yaitu kelompok ameboid, kelompok yang bersilia, dan protozoa yang bersifat parasit. Hewan ciliata cenderung untuk mempertahankan bentuknya dari masa ke masa, sedangkan hewan protozoa mempunyai bentuk adaptasi antara lain yang hidup di air tawar dan yang hidup di daratan.
Dari hewan bersel satu, terjadi perubahan yang berupa hewan bersel banyak.
Diduga bahwa hewan bersel banyak mula – mula berbentuk bola yang berongga, terdiri dari sel-sel yang hanya satu lapis saja. Berdasarkan hipotesis, hewan tersebut disebut blastea. Nama ini diambil dari satu bentuk esensial yang selalu dilalui oleh setiap makhluk hidup bersel banyak dalam perkembangan embriologinya. Alga dan protozoa sekarang ini merupakan hasil radiasi yang pertama, sedangkan blastea tidak lagi dijumpai, kecuali dalam bentuk blastula dalam perkembangan embrio makhluk hidup bersel banyak. Bentuk blastea merupakan bentuk yang memungkinkan untuk berkembang lebih jauh yaitu pada radiasi kedua dan ketiga.

a. Radiasi yang kedua


Secara hipotesis perkembangan hewan dari bentuk blastea adalah sebagai berikut.
1. Dari tingkat blastula, embrio hewan berkembang ke arah tingkat gastrula, sehingga terjadi 2 lapisan, yaitu lapisan dalam (endoderma) dan lapisan luar (ektoderma). Dalam tingkat gastrula hewan tersebut berkembang menjadi dewasa. Contoh hewan diploblastik yang kita jumpai sekarang adalah Porifera dan Coelenterata.
2. Kemungkinan lain adalah bahwa setelah melalui tingkat blastula dan gastrula, maka embrionya tidak berkembang menjadi hewan dewasa, tetapi antara lapisan endoderma dan lapisan ektoderma, terbentuklah lapisan mesoderma. Setelah terbentuk lapisan mesoderma baru-lah berkembang menjadi hewan dewasa. Hewan ini tidak lagi dijumpai, namun keturunannya yang terbentuk sebagai hasil evolutif (radiasi ketiga), dijumpai dalam berbagai bentuk.

b. Radiasi yang ketiga

Tipe-tipe triploblas dapat digolongkan dalam 4 kelompok besar hewan hewan berikut ini karena meskipun mempunyai mesoderma tetapi berbeda asalnya (dari bagian mana) dan perkembangannya menjadi embrio. Radiasi ketiga ini terbagi menjadi 4 kelompok berikut ini.
1. Kelompok I
Pada kelompok I ini bagian di kanan dan kiri dari mesoderma membentuk
benjolan yang kemudian meluas sehingga mengisi ruangan di antara ektoderma dan endoderma. Ruang yang terbentuk disebut coelom. Karena coelom bentuk asalnya dari endoderma maka disebut enterocoelmata. Contohnya: Echinodermata dan Chordata.
2. Kelompok ll
Pada kelompok II mesoderma berasal derri ektoderma. Ektoderma melepaskan keiompok-kelompok sel dalam ruangan di antara endoderma dan ektoderma, sehingga mesodermanya kompak dan tidak dijumpai coelom. Hewan yang tidak memiliki coelom termasuk dalam acoelomata. Contohnva: cacing pipih dan cacing pita.
3. Kelompok III
Pada kelompok III ini mesoderma terbentuk dari endoderma maupun ektoderma, hanya saja setelah mesoderma terbentuk maka terjadi celah yang kemudian berkembang menjadi coelom. Coelom tersebut dinamakan schizocoel, hewan yang memiliki schizocoel disebut schizocoelomata. Contohnya, Annelida, Mollusca, dan Arthropoda (Crustacea, Insekta, labah-labah).
4. Kelompok IV
Pada kelompok IV, mesoderma dibentuk oleh ektoderma, hanya saja mesoderma tak memenuhi ruangan seluruhnya, sehingga dengan demikian ruangan tidak dibatasi oleh mesoderma tetapi oleh ektoderma. Oleh karena itu, coelom tersebut dinamakan pseudocoel. Hewan yang memiliki pseudocoel termasuk dalam pseudocoelomata. Contohnya: Rotifera dan cacing gilik atau nematoda. Pada masa embrio, Annelida yang hidup di laut dan Mollusca sangat serupa, sehingga sulit sekali untuk dibedakan. Demikian juga antara insekta dan cacing tanah bentuk embrionya sulit sekali dibedakan meskipun bentuk dewasa mereka berbeda sama sekali. Hewan-hewan triploblastik pada dasarnya adalah simetri bilateral. Ada anggapan bahwa pada waktu terjadi perubahan bentuk dari diploblastik ke triploblastik terjadi juga perubahan bentuk simetrinya, yaitu dari Simetri radial ke simetri bilateral.

4) Teori Evolusi pada Kelompok Modern
Evolusi invertebrata yang terdiri dari 30 filum dimulai dari nenek moyang berupa protista yang hidup di laut. Protista bercabang tiga, dimulai dari filum Porifera, filum Cnidaria, dan filum Plathyhelminthes. Filum Plathyhelminthes bercabang menjadi tiga. Cabang pertama bercabang lagi menjadi tiga dimulai dari filum Mollusca, filum Annelida, dan filum Arthropoda. Cabang kedua menjadi filum Nematoda. Sedang cabang ketiga menjadi dua, yaitu filum Echinodermata dan filum Chordata. Dari evolusi invertebrata dapat kita ketahui bahwa evolusi vertebrata berasal dari nenek moyang berupa Echinodermata. Echinodermata akan berkembang menjadi Echinodermata modern contohnya bintang laut,
dan bulu babi, Hemichordata, Chordata primitif yang terdiri dari Tunicata dan Lancelets, vertebrata modern yang terdiri dari tujuh kelas yaitu: Agnata, Chondrichtyes, Osteichthyes, Ampibia, Reptilia, Aves, dan Mammalia.

2. Isu terkini tentang evolusi invertebrata hingga protovertebrata

EVOLUSI GENOM
Menjelaskan Munculya Vertebrata Dari Evolusi Genetik Invertebrata

Banyak hal yang masih dapat dipertanyakan atau dipersoalkan sehubungan dengan teori evolusi biologis, antara lain bagaimana terjadinya mahluk hidup dari benda mati, bagaimana mungkin proses evolusi itu dapat berlangsung dari mahluk hidup berderajat rendah menjadi mahluk hidup lain yang berderajat tinggi, bagaimana asal-usul manusia atau hal-hal lain yang sangat sederhana misal proses evolusi yang bagaimana yang memungkinkan terjadinya susunan kimiawi yang disebut klorofil atau hemoglobin.
Organisme hidup yang ada di dunia ini sangat beragam, memiliki system organisasi yang sangat komplek sehingga cenderung tidak mudah untuk dianalisis, dan didiskusikan kecuali dengan cara deskriptif. Atas dasar inilah maka dalam mempelajari system kehidupan ada kecenderungan orang membuat model atau penyederhanaan (reduksi) kompleksitas obyek kajian. Tujuannya adalah agar sistem organisasi kehidupan dapat lebih mudah diamati, dianalisis dan didiskusikan untuk mengembangkan konsep-konsep baru. Melalui cara ini berkembanglah bidang-bidang ilmu seperti Biologi sel, biokimia dan Biologi Molekuler (termasuk di dalamnya genetika molekuler). Dengan demikian teori evolusi pun tidak lepas dari sasaran kajian-kajian bidang ilmu tersebut karena evolusi menyangkut konsep asal-usul kehidupan.
Biologi molekuler adalah bidang ilmu yang berkembang dari genetika molekuler yang diperluas. Bahasan Biologi molekuler meliputi semua aspek proses hidup, tidak saja hanya menyangkut sifat-sifat yang diturunkan melalui gen, melainkan juga ekspresi dan pelaksanaan program-program kehidupan dalam proses fisiologi, perkembangan reproduksi dan taksonomi sampai dengan bahasan tentang adaptasi dan interaksi dengan spesies lain (Sumittuk Drosophila melanogaster, manusia, tikus, padi, dan tao,2002). Dengan demikian biologi molekuler merupakan bidang kajian yang mengadung unsur biokimia maupun biofisika dan hanya dapat dibahas dengan baik apabila cukup memiliki penguasaan bidang biologi secara mendasar. Berkaitan dengan mengungkap peristiwa evolusi pada tingkat genom, maka perlu dikajai dari aspek genetika dan Biologi molekuler untuk menjawab pertanyaan apa dan bagaimana evolusi dapat terjadi pada tingkat genom.
Hingga saat ini, genom hanya dapat dipelajari secara tidak langsung, dengan menggunakan rangkaian genomik parsial dan kadang-kadang tidak representatif. Situasi ini berubah dengan cepat ketika rangkaian genomik yang sempurna sudah ada. Genom-genom pertama organel yang diurutkan; pertama rangkaian mitokondria sempurna (~17.000 bp) dipublikasikan pada tahun 1981, dan genom kloroplas pertama (~156.000 bp) pada tahun 1986. Rangkaian genom sempurna pertama dari organisme yang hidup bebas, eubacterium Haemophilus influenzae (-1.830.000 bp), disempurnakan pada tahun 1995, diikuti dalam penggantian cepat oleh rangkaian sempurna archaeon, Methanococcus jinnaschii (~1.660.000 bp} ~12.000.000 bp). Genom sempurna pertama dari organisme multi sel, nematoda Caenorhabditis elegans (-97.000.000 bp), dilaporkan pada tahun 1998, proyek-proyek genom untuk Drosophila melanogaster, manusia, tikus, padi, dan tanaman jagung diharapkan agar disempunakan di waktu dekat yang akan datang.
A. Evolusi Genom
Sebelum sistem organisasi genom pada jasad yang mengalami evolusi akan dibahas lebih lanjut, perlu dipaharni terlebih dahulu perbedaan pengertian antara gen dengan genom. Gen adalah unit molekul DNA atau RNA dengan panjang minimum tertentu yang membawa informasi mengenai urutan asarn amino yang lengkap suatu protein, atau yang menentukan struktur lengkap suatu molekul rRNA (RNA ribosom) atau tRNA (transfer RNA). Genom adalah satu kesatuan gen yang secara alami dimiliki oleh satu set atau virus, atau satu kesatuan kromosom jasad eukaryot dalam fase haploid. Dengan batasan semacam ini maka dapat dimengerti bahwa sepotong molekul DNA yang tidak membawa informasi genetik yang lengkap tidak dapat disebut Sebagai gen melainkan hanya sebagai fragmen DNA, Demikian juga, satu kromosom suatu jasad yang mempunyai lebih dari satu kromosom juga tidak dapat disebut sebaggi genom jasad tersebut (Triwibowo Yunano, 2002)
Variasi genetika berasal dari mutasi acak yang terjadi pada genom organisme. Mutasi merupakan perubahan pada urutan DNA sel genom dan diakibatkan oleh radiasi, virus, transposon, dan bahan kimia mutagenik, serta kesalahan selama proses meiosis atau replikasi DNA. Mutagen-mutagen ini menghasilkan beberapa jenis perubahan pada urutan DNA. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan produk gen, mencegah gen berfungsi, ataupun tidak menghasilkan efek sama sekali. Kajian pada lalat Drosophila melanogaster menunjukkan bahwa jika sebuah mutasi mengubah protein yang dihasilkan oleh sebuah gen, kemungkinan ini akan merugikan, dengan 70% mutasi ini memiliki efek yang merugikan, dan sisanya netral ataupun sedikit menguntungkan. Oleh karena efek-efek merugikan dari mutasi terhadap sel, organisme memiliki mekanisme reparasi DNA untuk menghilangkan mutasi. Oleh karena itu, laju mutasi yang optimal untuk sebuah spesies merupakan bayaran laju mutasi tinggi yang merugikan, dengan bayaran metabolik sistem mengurangi laju mutasi, seperti enzim reparasi DNA.[29] Beberapa spesies seperti retrovirus memiliki laju mutasi yang tinggi, sedemikian rupanya keturunannya akan memiliki gen yang bermutasi. Mutasi cepat seperti ini dipilih agar virus ini dapat secara konstan dan cepat berevolusi, sehingga dapat menghindari respon sistem immun manusia.
Mutasi dapat melibatkan duplikasi fragmen DNA yang besar, yang merupakan sumber utama bahan baku untuk gen baru yang berevolusi, dengan puluhan sampai ratusan gen terduplikasi pada genom hewan setiap satu juta tahun. Kebanyakan gen merupakan bagian dari famili gen leluhur yang sama yang lebih besar. Gen dihasilkan oleh beberapa metode, umumnya melalui duplikasi dan mutasi gen leluhur, atau dengan merekombinasi bagian gen yang berbeda, membentuk kombinasi baru dengan fungsi yang baru. Sebagai contoh, mata manusia menggunakan empat gen untuk menghasilkan struktur yang dapat merasakan cahaya: tiga untuk sel kerucut, dan satu untuk sel batang; keseluruhannya berasal dari satu gen leluhur tunggal. Keuntungan duplikasi gen (atau bahkan keseluruhan genom) adalah bahwa tumpang tindih atau fungsi berlebih pada gen ganda mengijinkan alel-alel dipertahankan (jika tidak akan membahayakan), sehingga meningkatkan keanekaragaman genetika.
Perubahan pada bilangan kromosom dapat melibatkan mutasi yang bahkan lebih besar, dengan segmen DNA dalam kromosom terputus kemudian tersusun kembali. Sebagai contoh, dua kromosom pada genus Homo bersatu membentuk kromosom-kromosom manusia, pernyatuan ini tidak terjadi pada garis keturunan kera lainnya, dan tetap dipertahankan sebagai dua kromosom terpisah. Peran paling penting penataan ulang kromosom ini pada evolusi kemungkinan adalah untuk mempercepat divergensi populasi menjadi spesies baru dengan membuat populasi tidak saling berkembang biak, sehingga mempertahankan perbedaan genetika antara populasi ini.
Urutan DNA yang dapat berpindah pada genom, seperti transposon, merupakan bagian utama pada bahan genetika tanaman dan hewan, dan dapat memiliki peran penting pada evolusi genom. Sebagai contoh, lebih dari satu juta kopi urutan Alu terdapat pada genom manusia, dan urutan-urutan ini telah digunakan untuk menjalankan fungsi seperti regulasi ekspresi gen. Efek lain dari urutan DNA yang bergerak ini adalah ketika ia berpindah dalam suatu genom, ia dapat memutasikan atau mendelesi gen yang telah ada, sehingga menghasilkan keanekaragaman genetika.
Dalam penciptaan pemunculan struktur baru akibat evo¬lusi, perubahan dalam dinamika perkembangan, baik temporal (heterokroni) maupun spasial (homeosis), sudah tidak diragukan lagi memainkan peranan penring dalam makroevolusi. Suatu upaya pemberian yang bersemangat akan mernberikan harapan kepada kita untuk menggali lebih banyak informasi mengenai kaitan dan hubungan antara mutasi dalam gen yang mengatur perkembangan dan sejarah evolusi.

B. Mekanisme Evolusi Genom
Teori endosimbion diyakini merupakan teori yang paling tepat tentang asal usul genom organel. Teori ini menyatakan bahwa genom organel merupakan sisa-sisa bakteri bebas yang bersimbiosa dengan prekursor sel eukariot pada tahap awal evolusi. Dugaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa proses ekspresi dan sekuens nukleotida gen-gen organel sangat mirip dengan gen-gen bakteri dibandingkan dengan gen-gen nuklear eukariot. Disamping itu telah ditemukan beberapa organisme dengan tahap endosimbiosis sedikit terbelakang dibandingkan mitokondria dan kloroplas. Protozoa C. paradoxa misalnya memperlihatkan tahap awal endosimbiosa dimana struktur fotosintesisnya berbeda dengan kloroplas dan lebih mirip dengan cyanobakteri. Rickettsia yang hidup di dalam sel eukariot dianggap sebagai bentuk modern bakteri yang kemudian berkembang menjadi mitokondria.
Bila genom organel pada mulanya adalah bakteri bebas, maka suatu ketika dalam proses evolusi telah terjadi transfer gen dari organel ke dalam nukleus. Proses ini belum banyak terungkap tetapi diyakini bahwa transfer gen dari organel ke dalam nukleus terus terjadi. Pada tahun 1980an ditemukan beberapa tanaman yang genom kloroplasnya mengandung segmen-segmen DNA, bahkan seluruh DNAnya merupakan salinan dari bagian genom mitokondria. Genom mitokondria Arabidopsis mengandung berbagai segmen gen nuklear DNA dan 16 fragmen genom kloroplas termasuk 6 gen-gen tRNA yang tetap aktif setelah transfer ke mitokondria. Genom nuklear Arabidopsis mengandung beberapa segmen pendek genom mitokondria dan kloroplas.
Jika dibandingkan, sedikitnya satu aturan tak rancu dapat disimpulkan mengenai efek-efek tak terpakai di level molekuler: pengurangan ukuran genom secara drastis (miniaturisasi genom) selalu dihubungkan dengan kehilangan fungsi. Terutama cara-cara hidup parasit atau endosimbiotik ditemukan sangat mempengaruhi ukuran genom dan, seperti yang telah kita lihat sebelumnya, genom bakteri yang paling kecil termasuk parasit endoselular.

1. Pengurangan Ukuran Genom Yang Menyertai Endosimbiosis.
Miniaturisasi genom keseluruhan terjadi setelah peristiwa endosimbiotik yang menyebabkan peningkatan pada mitokondria dan kloroplas. Banyak gen-gen organel yang berlebihan dan hilang tanpa ada penggantian melalui penghapusan yang lainnya telah dipindahkan ke genom inti. Contohnya, genom inti ragi mengandung 300 gen pengkode protein yang berfungsi dalam mitokondria. Namun, genom mitokondrianya hanya mengandung delapan gen pengkode protein. Rupanya, beberapa gen inti yang produk-produknya berfungsi di dalam mitokondria sekali waktu pernah menjadi bagian dari genom mitokondria, yang kapasitas pengkodeannya sekarang sangat terbatas. Bahkan genom mitokondria dengan kemampuan pengkodean terbesar, flagellata heterotropik Reclinomonas americana, hanya mengandung 62 gen pengkode protein saja (Lange dkk., 1997 dalam Wen – Hsiung Li Dan Graur, 1999). Hal tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah gen yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas.
Sebagai tambahan untuk mitokondria dan kloroplas, banyak organel eukaryotik lain dianggap telah berasal dari peristiwa-peristiwa endosimbiotik antar dua organisme bebas. Marguills dkk. 1979 (dalam Wen – Hsiung Li Dan Graur, 1999), mengusulkan agar flagella, cilia, dan organel-organel lain memotilitas sel berasal dari spirochetes yang hidup bebas sehingga menjadi terkait secara simbiotik dengan nenek moyang eukaryote. Jika usulan itu benar-benar terjadi, maka organel-organel ini harus menjalani rainiaturisasi genom maksimal yaitu, kehidupan genom keseluruhannya. Contoh pengurangan genom yang menarik menyertai endosimbiosis adalah Chlorarachniophyta, kelornpok amoeboflagellata yang telah memperoleh kemampuan fotosintesis dengan cara menelan dan menahan alga hijau flagellata (kelas Ulvophyceae) . Endosimbion alga telah menahan kloroplas, inti, sitoplasma, dan membran plasmanya. Inti vestigialnya, disebut nucleomorph, mengandung tiga kromosora linear kecil dengan ukuran genom haploid total sekitar 380.000 bp, genom "eukaryotik" yang dikenal paling kecil. Genom nucleomorph adalah saripati kepadatan: jarak rata-rata antar gen yang berdekatan hanya 65 bp, beberapa gen saling melengkapi dan yang lainnya diturunkan bersama, dan gen-gen tersebut dirusak oleh intron-intron spliceosomal paling kecil (18-20 bp} yang pernah ditemukan (Gilson dan McFadden, 1996, 1997; Ishida dkk., 1997; Gilson dkk., 1997). Seperti yang diharapkan, mayoritas protein dalam endosimbion ini didatangkan dari inang (Schwartzbach dkk., 1998 dalam Wen – Hsiung Li Dan Graur, 1999).

2. Evolusi Genom dalam Parasit
Parasitisme termasuk hubungan erat antara dua organisrne inang yang memberikan banyak kebutuhan metabolis dan fisiologis kepada yang lain, dalam hal ini adalah parasit. Parasitisme selalu menyebabkan kehilangan fungsi genetis dalam parasit dan berakibat pengurangan ukuran genom. Contohnya, sejenis pohon merunduk Epiphagus virginiana, kerabat parasit non-fotosintesis lavender, basil, dan catnip (semacam tanaman yang mengandung permen sangat disukai kucing) yang memiliki genom kloroplas sangat kecil (~70.000 bp) yang hanya mengandung 42 gen. Dapat dimengerti, semua gen untuk fotosintesis dan klororespirasi tidak ada. Naraun, tidak jelas mengapa semua gen polimerase RNA berkode kloroplas, dan juga banyak gen pengkode protein ribosom dan gen penentu tRNA juga ikut hilang (Wolfe dkk., 1992a, b).
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, parasitisme sel Mycoplasma genitalium diiringi oleh miniaturisesi genom karena kehilangan gen. Namun, ada harga genomik pada arah yang berlawanan yang harus dibayar untuk mempertahankan parasitisme penambahan gen. Yaitu, sejumlah gen-gen unik signifikan dalam Mycoplasma dicurahkan untuk mengkodekan adhesins (protein adhesif), organel-organel tambahan, dan antigen-antigen permukaan membran variabel yang diarahkan ke penyingkiran sistem imun (Razin, 1997 dalam Wen – Hsiung Li Dan Graur, 1999).
3. Evolusi Genom Prokaryot dan Eukaryot
Salah satu perbedaan fundamental antara jasad prokaryot dan eukaryot adalah pada organisasi bahan genetiknya. Pada kelompok prokaryot, umumnya hanya ada satu unit bahan genetik utama yang membawa semua informasi genetik yang diperlukan untuk kelangsungan pertumbuhan jasad tersebut. Meskipun demikian, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa jasad prokaryot tertentu mempunyai lebih dari satu unit bahan genecik utama. Sebaliknya, pada kelompok eukaryot, bahan genetik utama terdiri atas beberapa unit independen yang terpisah namun semua unit bahan genetik merupakan satu kesatuan genom yang menentukan kelangsungan hidup jasad.
Pada beberapa jasad, terutama pada kelompok prokaryot, seringkali dijumpai bahan genetik tambahan selain bahan genetik utamanya. Bahan genetik tambahan/ ekstra semacam ini secara umum disebut sebagai plasmid. Dalam keadaan nor¬mal, kehadiran plasmid pada umumnya tidak diperlukan oleh sel. Jika sel jasad tersebut membawa plasmid, maka genom jasad tersebut meliputi satu kesatuan gen yang ada pada bahan genetik utamanya dan gen yang ada pada plasmid tersebut. Meskipun demikian, batasan semacarn ini dapat diargumentasi sebab plasmid dapat masuk ke dalam sel secara alami atau secara artifisial di dalam laboratorium. Oleh karena itu, batasan genom pada prokaryot umumnya hanya meliputi bahan genetik utamanya, kecuali kalau "bahan genetik tambahan" tersebut merupakan bagian yang secara genetis tak terpisahkan dari sel tersebut. Sebagai contoh, yang dimaksud dengan genom bakteri Escherichia coli adalah semua gen yang ada pada satu unit bahan genetik utamanya ("kromosom"), yang tersusun atas 4,6 x 106 bp (base poirs/pasangan basa) DNA. Sebaliknya, pada beberapa prokaryot, misalnya Pseudomonas sp. dan Rhizobium sp., diketahui ada unit bahan genetik yang seringkali dianggap sebagai plasmid raksasa (giant plasmid) yang secara genetis merupakan bahan genetik yang vital untuk jasad cersebut. Sebagai contoh, Pseudomonas sp. diketahui mempunyai plasmid metabolik (plas¬mid CAM) yang berukuran 230 kb (1 kb = 1 kilo base pairs, seribu pasangan basa). Oleh karena sifat genetisnya yang vital maka plasmid raksasa semacam itu dianggap merupakan bagian genom jasad tersebut.
Pada jasad eukaryot, selain bahan genetik utama yang ada di dalam inti sel, yang disebut sebagai kromosom. juga dijumpai bahan genetik lain yang terletak di dalam organel yang lain, misalnya molekul DNA pada mitokondria dan kloroplas (pada tumbuhan hijau). Oleh karena itu, pada jasad semacam ini yang dimaksud dengan genom adalah semua unit gen yang ada pada kromosom dalam fase haploid, termasuk gen yang ada pada bahan genetik ekstra baik yang ada di mitokondria maupun kloroplas.
Para ahli taksonomi mula-mula, menggambarkan spesies dalam arti morfologi, semua anggota dari suatu spesies memiliki fitur-fitur struktur yang sama atau sangat serupa. Konsep ini menjadi masalah utama dalam mikrobiologi karena definisi biologi standar tentang spesies sulit diterapkan pada mikroorganisme. Spesies bakteri misalnya mencakup strain-strain dengan karakteristik yang cukup berbeda. E. coli misalnya memiliki berbagai strain dengan kemampuan patogenitas beragam mulai dari yang tidak berbahaya sampai yang mematikan. Pada abad ke 20 para ilmuwan mendefinisikan kembali spesies dalam konteks evolusi, suatu spesies merupakan sekelompok organisme yang dapat saling kawin mawin (interbreed). Konsep inipun sulit diterapkan bagi mikroorganisme karena terdapat banyak cara pertukaran gen antar prokariot yang secara biokimia dan fisiologi termasuk dalam spesies yang berbeda.
Proyek sekuensing genom semakin memperjelas kesulitan penerapan konsep spesies pada prokariot. Strain-strain yang berbeda dari suatu spesies dapat memiliki sekuens genom yang sangat berbeda, bahkan dapat memiliki suatu set gen yang spesifik untuk strain tertentu. Dua strain E. coli, K12 dan O157:H7, misalnya memiliki ukuran genom yang sangat berbeda masing2 4.64 Mb dan 5.53 Mb. Strain K12 bayak digunakan di laboratorium sementara strain O157:H7 merupakan strain yang sangat patogenik. Strain O157:H7 mengandung 1387 gen yang tidak terdapat pada strain K12, kebanyakan menyandi toksin dan protein-protein lain yang berperan dalam patogenitasnya. K12 juga mengandung 234 segmen DNA unik yang mengandung 528 gen yang tidak terdapat pada O157:H7. E. coli O157:H7 dan E.coli K12 masing-masing memiliki gen spesifik sebesar 26% dan 12% dari katalog gennya. Variasi sebesar ini terlalu besar untuk dapat ditolerir dalam konsep spesies untuk organisme yang lebih tinggi .
Kesulitan penerapan konsep spesies pada mikroorganisme semakin nyata pada genom bakteri dan arkaea yang lain karena gen-gen dengan mudah dapat berpindah diantara spesies prokariot yang berbeda. Besarnya transfer gen lateral berdasarkan hasil sekuensing genom sangatlah mengejutkan. Hampir semua genom mengandung beberapa ratus kb DNA yang diperoleh langsung dari spesies yang lain, pada E. coli K12 misalnya mencapai 12.8% atau setara dengan 0.59 Mb. Hal kedua yang juga mengejutkan adalah transfer gen terjadi diantara spesies yang sangat berbeda, bahkan antara bakteri dan arkaea. Bakteri termofilik Thermatoga maritima misalnya memilikii 1877 gen yang diperoleh dari arkaea. Tampaknya prokariot yang hidup dalam lingkungan nice ekologi yang serupa saling bertukar gen untuk meningkatkan kemampuan survival individu dalam lingkungan tertentu.
Transfer gen lateral berperan penting dalam evolusi prokariot. Tidak seperti organisme tingkat tinggi, evolusi bakteri dan arkaea tidak dapat digambarkan dengan pola percabangan sederhana karena adanya aliran gen secara horisontal diantara spesies. Transfer gen lateral juga mempengaruhi hubungan pilogenetik yang dibangun berdasarkan data molekuler. Pada organisme tingkat tinggi, perbandingan sekuens gen-gen yang ekuivalen pada spesies yang berbeda dapat digunakan untuk merekonstruksi hubungan antara spesies2 tersebut dengan asumsi bahwa evolusi berlangsung mengikuti pola percabangan sederhana. Tidak demikian halnya dengan prokariot mengingat adanya transfer gen lateral antar spesies. Namun analisis ini telah digunakan untuk waktu yang lama sebelum para ilmuwan menyadari adanya transfer gen lateral, karenanya validitas rekonstruksi sejarah evolusi sebelum era genomik perlu ditinjau kembali.
Sekalipun sekuens-sekuens genom prokariot telah dipublikasikan, katalog gen lengkap untuk suatu spesies belum dapat dibuat karena banyak gen-gen yang belum diketahui fungsinya. Perbandingan gen antara spesies-spesies yang berbeda menarik untuk dicermati. Untuk energi metabolisme, E. coli menggunakan 243 gen, Haemophilus influenza 112 dan Mycoplasma genitalium 31. Pertanyaan mendasar adalah berapa jumlah gen minimal yang diperlukan untuk sel hidup? Berdasarkan pertimbangan teoritis awalnya diduga dibutuhkan sekitar 256 gen yang kemudian berkembang berdasarkan penelitian menjadi 265-350 gen. Para ahli juga mencari gen-gen pembeda, yaitu gen2 yang dapat membedakan suatu spesies dari spesies lainnya. Dari 470 gen dalam M. genitalium, 350 terdapat pula pada kerabat jauh M. genitalium, Bacillus subtillis. Artinya, karakteristik biokimia dan struktur yang membedakan Mycoplasma dari Bacillus disandi oleh 120 gen yang hanya terdapat pada Mycoplasma.
4. Evolusi Invertebrata
Selain mempengaruhi laju pertumbuhan, perubahan genetik dapat juga mengubah pengaturan waktu peristiwa perkembangan itu sendiri urutan bagian tubuh yang berheda multi dan berhenti berkembang. Pada beberapa spesies, perubahan dalam waktu perkembangan mengakibatkan pacdomorfosis (Bahasa Yunani, paedos, "anak", dan morphfisis, "pembentukan"), di mana suatu organisme yang secara seksual sudah dewasa masih tetap mempertahankan sifat-sifat dan ciri yang sebenamya merupakan struktur juvenil pada evolusioner tetuanya. Sebagai contoh, sebagian besar spesies salamander melalui tahapan larva yang mengalami metamorfosis menjadi hewan dewasa. Akan tetapi, banyak spesies tumbuh mencapai ukuran dewasa dan menjadi dewasa secara seksual namun masih terap mempertahankan insang dan ciri-ciri lain tertentu dari larva.
Peru¬bahan evolusioner dari waktu perkembangan seperti itu dapat menghasilkan hewan yang tampak sangat berbeda dari tetuanya, meskipun keseluruhan perubahan genetiknya mungkin sedikit sedikit.Yang hampir sama pentingnya dalam evolusi adalah homeosis, yaitu perubahan dalam apa yang sering disebut para ahli biologi sebagai bauplan suatu organisme, rancangan dasar tubuh, atau pengaturan spasial bagian-bagian tubuh. Kumpulan gen yang relatif kecil berfungsi sebagai saklar utama perkembangan. Sebagai contoh, gen homeotik memulai peristiwa perkembangan yang menentukan ciri dasar seperti letak sepasang sayap dan sepasang kaki yang akan berkembang pada burung, dan bagaimana bagian-bagian bunga tumbuhan diatur.
Pada banyak kasus, mutasi yang diinduksi secara eksperimental pada gen homeotik menciptakan perubahan drastis dalam bauplan. Perubahan yang sama dalam gen yang mengatur peristiwa perkembangan mungkin telah memainkan peranan penting dalam sejarah evolusi. Sebagai contoh, sekkar 520 juta tahun silam, duplikasi sekelompok gen homeotik yang disebut dengan kompleks Hox mungkin telah menjadi peristiwa awal dalam asal mula ver¬tebrata (hewan bertulang belakang) dan invertebrata. Vertebrata memiliki banyak kumpulan (cluster) gen homeotik ini, sementara sebagian besar invertebrata tampaknya hanya memiliki satu kumpulan tunggal gen Hox.
Nenek moyang vertebrata hipotesis (invertebrata) yang memiliki satu kumpulan (cluster) Hox tunggal. Vertebrata awal hipotesis Duplikasi Hox untuk pertama kalinya (sekitar 520 juta tahun silam) dengan dua kumpulan Hox Duplikasi Hox untuk kedua kalinya (sekitar 425 juta tahun silam) Vertebrata (berahang) dengan empat kumputan Hox.
Sebagian besar invertebrata memiliki sekumpulan (cluster) tunggal gen-gen homeotik (kompleks Hox), yang ditunjukkan di sini sebagai kotak-kotak berwarna pada kromosom. Gen Hox akan mengarahkan perkembangan bagian-bagian tubuh utama. Para peneliti menduga bahwa suatu mutasi (duplikasi) pada kompleks Hox tunggal tersebut terjadi sekitar 520 juta tahun silam dan kemungkinan telah menyediakan bahan genetik yang berkaitan dengan asal mula vertebrata pertama.
Pada vertebrata awal, duplikat kumpulan gen itu kemungkinan mengambil peran yang benar-benar baru, seperti mengarahkan perkembangan tulang belakang, yang merupakan ciri khas vertebrata. Duplikasi kompleks Hox yang kedua kalinya, yang menghasilkan empat kumpulan yang ditemukan pada sebagian besar vertebrata, terjadi belakangan dan mungkin telah menyebabkan terjadinya perkem¬bangan rahang pertama dalam garis keturunan vertebrata. Kompleks Hox vertebrata mengandung banyak gen yang sama, yang terdapat hampir pada urutan yang sama dalam kromosom, dan mereka mengarahkan perkembangan berurutan daerah tubuh yang sama pada hewan seperti yang dilakukan kumpulan gen tunggal invertebrata, sehingga, kompleks Hox vertebrata tampaknya homolog dengan kumpulan gen tunggal yang ada pada hewan invertebrata.

Komentar