Kultur Jaringan


Kultur Jaringan




Kultur jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut Gewebe kultur atau tissue culture (Inggris) atau weefsel kweek atau weefsel cultuur (Belanda). Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.Dasar teori yang digunakan adalah teori totipotensi yang ditulis oleh SCHLEIDEN dan SCHWANN (Clawla, 2004) yang menyatakan bahwa teori totipotensi adalah bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, kalau dibudidayakan di dalam media yang sesuai, akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi, berkembang biak secara normal melalui biji atau spora.
Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah laboratorium dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali dan fasilitas dasar seperti, air listrik dan bahar bakar.
Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan juga perangkat lunak yang memenuhi syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksana harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tertentu yaitu botani, fisiologi tumbuhan ZPT, kimia dan fisika yang memadai. Pelaksana akan berkecimpung dalam pekerjaan yang berhubungan erat dengan ilmu-ilmu dasar tersebut. Pelaksana akan banyak berhubungan dengan berbagai macam bahan kimia, proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika) dan berbagai macam pekerjaan analitik. Kadang-kadang latar belakang pengetahuan tentang mikrobiologi, sitologi dan histologi. Pelaksana juga dituntut dalam hal ketrampilan kerja, ketekunan dan kesabaran yang tinggi serta harus bekerja intensif. Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri.

Manfaat Kultur Jaringan

Kultur jaringan memiliki beberapa manfaat, diantaranya :
1) Pengadaan bibit tidak tergantung musim
2) Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih
cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat
dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
3) Bibit yang dihasilkan seragam dan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
4) Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
5) Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan
lingkungan lainnya

Macam-Macam Kultur

Macam – Macam Kultur Eksplan
Kultur meristem Jaringan muda (pucuk)
Kultur pollen/anther Pollen atau benangsari
Kultur protoplas Protoplas (sel hidup yang telah dihilangkan dinding selnya
Kultur kloroplas Kloroplas (untuk kepentingan fusi protoplas)
Kultur somatic Daun, akar
Kultur sel Kalus

Perbanyakan tanaman dapat dilakukan melalui teknik kultur in-vitro. Salah satu tahapan dalam teknik kultur in-vitro adalah penggandaan tunas. Tunas yang digandakan dapat berasal dari tunas mikro hasil induksi meristem apikal sebagai sumber eksplan disebut kultur meristem. Kelebihan kultur meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman yang identik dengan induknya dan bebas virus. Rice et al. (1992) mengatakan bahwa kultur meristem mampu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki mutu bibit yang dihasilkan, mampu mempertahankan sifat-sifat morfologi yang positif.

Kultur Pucuk

Kultur Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk (apikal dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas/cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya diperbanyak melalui prosedur yang sama seperti eksplan awalnya dan selanjutnya diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi in vivo.
Istilah yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini tergantung dari eksplan yang digunakan. Jika eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk-pucuk apikal (panjang ± 20 mm) saja maka tekniknya disebut sebagai “Shoot-tip Culture”, namun bila eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk apikal beserta bagian tunas lain dibawahnya disebut debagai “Shoot Culture”. Besar kecilnya eksplan yang digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur pucuk. Semakin kecil eksplan, semakin kecil kemungkinannya untuk terkontaminasi oleh mikroorganisme namun semakin kecil juga kemampuannya untuk beregenerasi dan memperbanyak diri. Sebaliknya, semakin besar eksplan yang digunakan maka semakin besar kemampuannya untuk beradaptasi dalam kondisi in-vitro, namun makin besar juga kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak kebutuhannya akan media dan makin besar wadah/botol kultur yang diperlukan. Oleh karena itu perlu diketahui ukuran eksplan yang sesuai untuk masing-masing varietas dan spesies tanaman.
Pertumbuhan pucuk, inisiasi dan perbanyakan tunas aksilar yang dihasilkan umumnya dirangsang dengan cara menambahkan hormon pertumbuhan (umumnya sitokinin) ke dalam media pertumbuhannya. Perlakuan ini dapat merangsang pertumbuhan tunas samping dan mematahkan dominasi apikal dari pucuk yang dikulturkan. Selain itu, dominasi apikal juga dapat dihilangkan dengan perlakuan-perlakuan lain misalnya pemangkasan daun-daun yang terdapat pada buku-buku tunas atau meletakkan eskpan dalam posisi horisontal (Gambar 2). Tunas-tunas aksilar yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai stek miniatur bagi proses perbanyakan berikutnya. Dengan teknik ini dan dibarengi dengan sub kultur dapat diperoleh banyak sekali plantet dari satu eksplan. Dengan membatasi jumlah sub kultur sampai maksimal 8 – 10 kali dapat diperoleh klon tanaman yang “true-to-type”. Teknik ini telah digunakan secara luas untuk perbanyakan tanaman termasuk tanaman hortikultura seperti pisang, asparagus, anggrek Cymbidium, dll.

Media Kultur Jaringan

Media yang digunakan untuk kultur jaringan terdiri atas unsure-unsur yang vital untuk tumbuhan. Unsur-unsur yang diperlukan oleh jaringan tanaman dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Garam-garam anorganik

Tanaman membutuhkan unsur-unsur anorganik untuk pertumbuhannya, pada teknik perbanyakan tumbuhan unsur-unsur tersebut diberikan melalui akar dengan cara menambahkannya pada medium agar. Unsur-unsur tersebut digolongkan menjadi unsur makro dan unsur mikro berdasarkan kebutuhan tanaman terhadap unsur-unsur tersebut.
Yang termasuk unsur makro adalah Nitrogen (N), Fospor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Yang termasuk unsur mikro yaitu Clor (Cl), Mangan (Mn), Besi (Fe), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Boron (B) dam Molibdenum (Mo). Pada teknik pembuatan media tumbuh, biasanya unsur makro diberikan dalam bentuk NH4NO3, KNO3, NaCl2.H2O, MgSO4. 7H2O dan KH2PO4. Sedangkan unsur-unsur mikro biasa diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O,ZnSO4.4H2O, H3BO3, KJ, NaMoO4.2H2O, CuSO4.5H2O dan CoCl2.6H2O (Ari Indrianto, 1990).

2. Zat-zat organik

Zat-zat organik yang biasanya ditambahkan ke dalam medium kultur jaringan adalah sukrosa, mioinositol, vitamin, asam-asam amino dan zat pengatur tumbuh. Sebagai tambahan biasanya diberi zat organik lain seperti air kelapa, ekstrak ragi, pisang, tomat, taoge, jeruk, kentang, apel, alpukat, pepaya dsb.

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkiraan percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya dibarengi percobaan untuk mengetahui kompisisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah pertumbuan eksplan yang diinginkan.
Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk perbanyakan secara in-vitro adalah golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth retardan. Auksin yang umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid dan 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu beberapa peneliti pada beberapa tanaman menggunakan juga CPA (Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak dipakai adalah Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA (Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2i-P (2-isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya yang juga digunakan adalah Zeatin, Thidiazuron dan PBA (6(benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine). Hormon pertumbuhan golongan giberellin yang paling umum digunakan adalah GA3, selian itu ada beberapa peneliti yang menggunakan GA4 dan GA7, sedangkan growth retardant yang sering digunakan adalah Ancymidol, Paraclobutrazol dan TIBA, AbA dan CCC.

Komentar