Tongkolan Udang Glah (Dokumntasi Pribadi)
Udang Galah
Taksonomi
Sumber Wikipedia (https://en.wikipedia.org)
Karaketeristik Morphologi
Scientific classification | |
---|---|
Kingdom: | |
Phylum: | |
Subphylum: | |
Class: | |
Order: | |
Infraorder: | |
Family: | |
Genus: | |
Species: |
M. rosenbergii
|
Karaketeristik Morphologi
Badan udang galah terdiri ruas-ruas yang ditutup dengan kulit keras, tak elastis dan terdiri dari zat chitin. Badan udang galah terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kepala dada (Cephalothiorax), badan (abdomen) dan ekor (uropoda).
Bagian cephalothorax dibungkus oleh kulit keras yang disebut carapace. Pada bagaian depan terdapat tonjolan yang bergerigi disebut rostrum. Secara taksonomi rostrum mempunyai fungsi sebagai penunjuk jenis (species). Ciri khusus udang galah yang membedakan dengan jenis udang lainnya adalah bentuk rostrum yang panjang dan melengkung seperti pedang dengan jumlah gigi bagian atas 11-13 buah dan gigi bawah 8-14 buah. Pada bagian dada terdapat lima pasang kaki jalan (periopoda). Pada udang galah jantan dewasa pasangan kaki jalan ke-2 tumbuh sangat panjang dan besar, panjangnya dapat mencapai 1,5 kali panjang badannya (Hadie dan Supriyatna, 1988). Sedangkan pada udang galah betina pertumbuhan kaki jalan ke-2 tidak begitu menyolok.
Bagian abdomen terdiri dari lima ruas, tiap ruas dilengkapi sepasang kaki renang (pleiopoda). Pada udang galah betina bagian ini agak melebar, membentuk semacam ruangan untuk mengerami telurnya (broadchamber). Bagian uropoda merupakan ruas terakhir dari ruas badan, yang kaki renangnya berfungsi sebagai pengayuh atau yang biasa disebut ekor kipas. Uropoda terdiri dari bagian luar (exopoda) dan bagian dalam (endopoda) serta bagian ujungnya meruncing disebut telson. Ciri-ciri khusus udang galag jantan dan betina antara lain ;
Udang galah jantan :
Ciri yang paling mencolok adalah pasangan kaki jalan ke-2,
Tumbuh sangat besar kuat, bercapit besar dan panjang.
Bagian perut lebih ramping dari udang galah betina.
Kepala udang galah jantan tampak lebih besar dari udang galah betina.
Tubuh udang galah jantan langsing dan keadaan ruang dibawah perut sempit.
Alat kelamin udang galah jantan terletak pada pangkal kaki jalan ke-5.
Udang galah betina
Pasangan kaki jalan ke-2 tumbuh kecil, capit yang ke-2 lebih pendek.
Bagian perutnya nampak lebih gemuk dan lebar.
Kepala udang galah betina lebih kecil daripada udang galah jantan.
Tubuh udang galah betina terlihat gemuk
ruang bagian bawah perut membesar untuk mengerami telur.
Alat kelamin udang galah betina terletak pada pangkal kaki jalan ke-3.
Sifat Reproduksi
Alat reproduksi udang galah jantan
terdiri dari organ internal yaitu sepasang vasdeferen dan sepasang terminal
ampula, dan organ eksternal yaitu petasma yang terletak pada kaki jalan yang
ke-5 dan sepasang appendik maskulina yang terletak pada kaki renang ke-2 yang
merupakan cabang ke-3 dari kaki renang. Fungsi alat kelamin
eksternal udang galah jantan adalah untuk menyalurkan sperma dan meletakkan
spermatophora pada alat kelamin betina (thelikum), sehingga telur yang akan
keluar dari saluran telur (oviduct) ke tempat pengeraman akan dibuahi oleh sperma
dari thelikum tadi. Petasma ini merupakan modifikasi bagian
endopodit pasangan kaki renang pertama (Sandifer dan Smith, 1979).
Udang galah betina alat reproduksinya terdiri
dari organ internal yaitu sepasang ovarium dan sepasang saluran telur dan organ
eksternal yaitu thelikum yang terletak diantara kaki jalan
ke-3. Pada bagian dalam thelikum terdapat spermatheca yang berfungsi
untuk menyimpan spermatophora setelah terjadi kopulasi (Sandifer dan Smith,
1979).
Induk
udang galah betina mencapai kematangan gonad pada berat tubuh 20 gram, tetapi
fekunditas yang baik dicapai pada ukuran 50 gram ke atas atau panjang tubuhnya
18,1-229 mm. Sedangkan induk jantan kematangan gonadnya tidak dapat diketahui
secara visual, namun berdasar beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa udang dengan panjang 155 dapat melakukan
perkawinan (Ling dan Mrica, 1961). Cummings, 1961 dalam Nurjana, 1979 membagi
perkembangan gonad udang galah menjadi 4 stadia
Pemeriksaan Jenis Kelamin Pada Udang Galah (Dokumentasi Pribadi)
Evaluasi Pertumbuhan
a dan kualitas air. Dalam pertumbuhannya, udang galah mengalami 11 kali ganti kulit sebelum mencapai stadia benih (PL) (Uno dan Soo, 1969). Proses ganti kulit ini diperlukan , sebab kulit larva udang galah mengandung zat tanduk (chitine) yang keras dan tak elastis. Keadaan ini akan membatasi pertumbuhan larva, sehingga tanpa ganti kulit tak mungkin larva akan tumbuh.
Pengamatan stadia perlu dilakukan untuk mengetahui kemajuan dari pertumbuhan larva. Pada setiap stadia tersebut terdapat perbedaan-perbedaan morfologis yang menandakan ciri khas dari setiap stadia (Uno dan Soo, 1979). Pengamatan stadia dapat dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. Pengambilan sampel larva dilakukan secara acak (random), sehinggga diharapkan mewakili keadaan populasi larva. Dari hasil pengamatan stadia ini dapat diketahui LSI (Larval Stage Index). Nilai LSI ini merupakan indikator dari pertumbuhan larva. Perhitungan LSI dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
LSI = (n1 +a) + (n2+b) + (n3+c) + (nn+K)
Dimana ;
- A,b,c...k = stadia larva, yaitu dari stadia 1-11.
- n1,n2,n3...nn = jumlah larva yang dilihat pada stadia yang sama.
- N = jumlah total larva yang diamati.
Untuk memperoleh hasil pengamatan yang baik, jumlah larva yang diamati dalam suatu populasi sebaiknya lebih dari 50 ekor setiap kali pengamatan. Pada usaha pendederan dan pembesaran, pengamatan pertumbuhan
dilakukan 3 kali yaitu pada waktu tebar, pertengahan dan akhir
pemeliharaan. Dari hasil ujicoba, ternyata pertumbuhan yang berasal dari benih
persilangan lebih baik dibandingkan benih hasil tanpa persilangan. Lama
pemeliharaan pada tahap pendederan 2 bulan, sedangkan tahap pembesaran 4 bulan.
Evaluasi Ketahanan Penyakit.
Penyakit merupakan faktor pembatas dalam pembenihan udang galah. Pembenihan yang baik hampir tak pernah dijumpai penyakit, karena penyakit bakterial pada umumnya akan terbasmi pada waktu media memperoleh perlakuan desinfeksi. Penggunaan desinfeksi terbukti untuk mencegah timbulnya penyakit pada larva.
Kondisi larva juga mempengaruhi timbulnya suatu infeksi. Parasit akan mudah menyerang larva yang kondisi tubuhnya lemah. Larva yang sehat akan bergerak aktif, cepat mengambil makanan, berwarna coklat dan tak pucat, tubuh tidak bengkok dan apabila aerasi dimatikan larva akan segera berada dipermukaan air. Larva yang kurang sehat akan tetap berada di dasar bak, tak aktif bergerak, tak aktif mencari makanan, tubuhnya bengkok, warna coklat pucat, terdapat bercak-bercak biru violet. Isi perut juga menandakan indikator kesehatan larva. Apabila isi perut cukup penuh, hal ini menunjukkan larva cukup sehat. Pengetahuan penyakit pada larva udang galah belum banyak diperoleh. Sebagai tindakan pencegahan dilakukan pemberian antibiotika seperti tetracycline, oxytetracycline, furazolidone. Pemberian antibiotika dilakukan secara teratur, yaitu setiap 3 hari sekali.
Pada fase pembenihan , udang galah sangat peka terhadap serangan penyakit, terutama jika kondisi lingkungan kurang menunjang. Serangan tersebut dapat berupa penyakit infeksi maupun non infeksi. Keduanya dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan maupun kematian. Dengan demikian diperlukan kegiatan monitoring terhadap penyakit sehingga pengendalian penyakit yang menyerang dapat dilakukan secara dini. Pada tahap monitoring penyakit dilakukan pengambilan sampel udang galah kemudian dilakukan inventarisasi dan identifikasi parasit dan bakteri yang ditemukan. Dari monitoring yang dilakukan ditemukan parasit antara lain Zoothamnium sp., Epistylis sp., Vorticella sp., Scyphidia sp. dan Microsporidia. Pada musim kemarau frekwensi kejadian maupun intensitas infeksi dari parasit-parasit tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan musim hujan.
Udang yang terinfeksi oleh organisme patogen tersebut diatas, belum menunjukkan gejala sakit yang nyata. Sedangkan jenis penyakit yang sering menimbulkan kematian pada larva, ditandai dengan ciri-ciri larva berwarna putih susu, bentuk tak normal serta gerakan jadi lambat. Hal ini diduga terserang bakteri vibrio sp. dan aeromonas sp. Bakteri-bakteri ini mudah menyerang larva yang mengalami stress, gangguan fisik dan gangguan lainnya. Untuk menanggulangi penyakit ini dilakukan pemberian prefuran dengan dosis 1ppm dan furazolidone 10 ppm.
Karapas dan Kulaitas Daging
Tubuh udang tidak semuanya bisa
dikonsumsi, karena selain daging juga terdapat bagian-bagian yang tidak bisa
dimakan seperti karapas, kepala dan kulit. Dari beberapa sampel yang diukur,
ternyata persentase daging udang galah betina lebih besar dari persentase
daging udang galah jantan. Pada udang galah betina persentase
karapas : 3, 88 % ; kepala : 41,57 % ; kulit : 9,26 dan daging : 45,29 %. Pada
udang galah jantan persentase karapas : 4, 64 % ; kepala : 45,10 % ; kulit :
1,66 dan daging : 41,81 %.Kualitas udang yang baik antara
lain ditandai dengan :
- Tidak cacat , kecuali kepala yang sudah
dipotong.
- Warna belum berubah menjadi merah muda.
- Tidak ada noda-noda hitam.
- Bila dipijit dagingnya masih kenyal.
- Kulit masih kuat melekat.
Evaluasi Lingkungan
Udang galah merupakan jenis udang air tawar
yang memerlukan lingkungan khusus sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Udang galah
sangat peka terhadap perubahan salinitas yang mendadak terutama pada saat
stadia larva (Wartono Hadie. 1993). Lebih lanjut dikatakan, pada saat
berlangsungnya proses reproduksi sampai ovulasi, penetasan induk udang galah
yang berumur 2-3 tahun memerlukan air dengan salinitas antara 5-12 promil.
Temperatur merupakan faktor penting dalam
proses reproduksi udang. Temperatur media berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
metabolisme tubuh udang. Pengaruh temperatur dapat menentukan aktifitas makan
udang. Temperatur media yang optimal selama proses pemeliharaan udang adalah
28-31o C, dan akan stress pada suhu 24 o C, sedangkan
proses kematian terjadi pada suhu 13 o C dan 33 o C
(Hadie dan Supriyatna, 1991). Data mengenai temperatur baik pada tahap
pembenihan, pendederan dan pembesaran berkisar antara 28-29 o C.
Kisaran ini masih merupakan kisaran yang baik bagi pertumbuhan larva.
Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas
air yang paling kritis bagi budidaya udang galah (Hadie dan Supriyatna, 1993).
Kadar oksigen terlarut pada media dengan kisaran 5 - 7 ppm baik bagi
pertumbuhan udang setelah menetas. Kadar oksigen terlarut yang terukur selama
pemeliharaan baik pada tahap pembenihan, pendederan maupun pembesaran berkisar
3,9 - 4,6 ppm. Meskipun kisaran ini bukan merupakan nilai optimal, tetapi masih
layak bagi kehidupan udang.
pH merupakan indikator tersedianya kadar CaCO3 (kesadahan)
dimana senyawa tersebut merupakan faktor penting pada proses pergantian kulit
(moulting). Kisaran yang optimal 6,5
- 8,5.
Nilai pH yang terukur selama tahap pembenihan sampai pembesaran adalah 6,5 - 8.
Kisaran ini merupakan kisaran yang ideal bagi pertumbuhan larva.
Ammonia pada media berasal dari hasil sekresi
dan metabolisme serta sisa-sisa makanan, kadar amonia 0,01 – 0,1 ppm masih dapat memberikan kondisi yang cukup baik dan
akan stress pada kadar 0,6 ppm. Kadar ammonia yang terukur selama pemeliharaan
berkisar anntara 0,01 - 0,27. Kisaran ini masih layak bagi kehidupan udang
galah dan tidak menimbulkan stress.
Nitrit pada media dapat timbul bagi sebagian
amonia yang ada, yang diubah oleh jenis bakteri Nitrobacter, Nitrococcus dan
Nitrosomonas di dalam media. Hadie dan Supriyatna (1991), menyatakan kadar
nitrit kurang dari 0,1 ppm cukup baik untuk pemeliharaan udang galah. Pertumbuhan larva sangat dipengaruhi oleh
faktor suhu, media, jenis pakan, dan intensitas cahaya.
Komentar
Posting Komentar