Profil Habitat Telur Katak Di Kebun Botani FPMIPA UPI


Profil Habitat Telur Katak Di Kebun Botani FPMIPA UPI
 Oleh : L. Gde Ian K.R, M. Kholik Firmansyah, Mei Linda Wati,
Neneng Iin Isnawati, Rilma Aulia S., Widya Mulyandari
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia 2010.

Abstrak
Katak merupakan salah satu jenis hewan yang hidup di dua habitat yang berbeda yaitu darat dan air oleh karena, itu karena itu katak tergolong sebagai hewan amphibi. Dalam salah satu daur hidupnya, katak akan tinggal di air, yaitu ketika dia masih berupa telur dan kecebong. Kondisi air yang mereka perlukan sebagai tempat bertelur dan tinggal selama menjadi kecebong tidaklah sembarang jenis air, ada beberapa kriteria khusus yang diperlukan oleh katak sebagai tempat bertelur dan berkembang menjadi kecebong daiantaranya adalah suhu saat penetasan telur ialah 24–270C, kelembaban udara 60–65%, DO sekitar 5-6 ppm, karbondioksida terlarut tidak lebih dari 25 ppm, dan air harus jernih. Berdasarkan kriteria tersebut kemudian kami mencoba untuk melakukan kegiatan praktikum dengan melakukan pengamatan faktor abiotik yang terhadap habitat katak di daerah kebun botani pada hari mingu, 26 september 2010 dari pukul 10.00 wib sampai selesai. Pengamatan dilakukan pada 2 lokasi yang berdekatan, lokasi satu dibagi menjadi 3 titik berdasarkan adanya naungan, sementara lokasi 2 tidak dibagi karena ukurannya kecil.
Kata kunci : telur katak, suhu, kelembaban udara, DO, karbondioksida terlarut, Kebun Botani.



a.    Pendahuluan
Katak merupakan hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak tertutupi oleh rambut dan mampu hidup di air maupun di darat. Pada umumnya, katak mempunyai siklus hidup awal di perairan dan siklus hidup kedua adalah di daratan. Pada fase berudu katak hidup di perairan dan bernafas dengan insang. Pada fase ini berudu bergerak menggunakan ekor. Pada fase dewasa hidup di darat dan bernafas dengan paru-paru. Pada fase dewasa ini katak bergerak dengan kaki. Perubahan cara bernafas yang seiring dengan peralihan kehidupan dari perairan ke daratan menyebabkan hilangnya insang dan rangka insang lama kelamaan menghilang. Pada anura, tidak ditemukan leher sebagai mekanisme adaptasi terhadap hidup di dalam liang dan bergerak dengan cara melompat. (Zug, 1993)
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas menyebutkan bahwa syarat tempat hidup katak yang baik adalah sebagai berikut : Ketinggian lokasi yang ideal untuk budidaya katak adalah 1600 dpl, Tanah tidak terlalu miring namun dan tidak terlalu datar, kemiringan ideal 1-5%, Air yang jernih atau sedikit tercampur lumpur tersedia sepanjang masa. Air yang  jernih akan memperlancar proses penetasan telur, katak bisa hidup di air yang bersuhu 2–35 drajat C. Suhu saat penetasan telur ialah anata 24–27 derajat C, dengan kelembaban 60–65%, Air mengandung oksigen sekitar 5-6 ppm, atau minimum 3 ppm. Karbondioksida terlarut tidak lebih dari 25 ppm, dekat dengan sumber air dan diusahakan air  bisa masuk dan keluar dengan lancar dan bebas dari kekeringan dan kebanjiran. Pada kondisi tersebut, 1 ekor induk dapat menghasilkan telur antara 5.000 -20.000 butir tergantung dari kualitas induk, dan berlangsung sebanyak 3 kali per tahun
Budi daya katak dapat memberikan keuntungan yang besar karena katak merupakan sumber protein yang tinggi (Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas). Limbah katak yang tidak dipakai sebagai bahan makanan manusia dapat dipakai untuk ransum binatang ternak, seperti itik dan ayam. Kulit katak yang telah terlepas dari badannya bisa diproses menjadi kerupuk kulit katak. Kepala katak yang sudah terpisah dapat diambil kelenjar hipofisanya dan dimanfaatkan untuk merangsang katak dalam pembuahan buatan. Selain sebagai salah satu hewan budi daya, katak juga bisa kita temukan hidup liar baik itu didaerah daratan maupun perairan. Salah satunya adalah di kebun botani FPMIPA UPI.
Kebun botani sebagai laboratorium alam yang dimiliki oleh jurusan pendidikan biologi FPMIPA UPI juga memiliki sebuah kolam yang didalamnya terdapat populasi katak jenis buffo. Katak ini merupakan katak liar karena tidak dipelihara secara khusus oleh pengurus kebun botani. Ada dua lokasi kolam yang kami amati yaitu kolam besar dan kolam kecil, sketsanya sebagai berikut :ada lokasi satu, kondisi kolamnya heterogen, yaitu pada titik satu tertutupi oleh pohon ketapang, pada titik 2 bagian kolamnya btertutupi oleh talas yang memiliki daun yang lebar, dan pada titik 3 tidak tertutupi oleh kanopi. Pada lokasi 2, kolamnya kecil sehingga kami tidak membagi lokasi pengamatan.












b.   Metode Pengamatan
Sebelumnya kami mengadakan survei untuk mengamati habitat telur katak. Pada akhirnya, pengamatan dilakukan di area kolam Kebun Botani pada hari Minggu, 26 September 2010 pukul 10.00 WIB-selesai. Terdapat dua kolam yang menjadi objek pengamatan. Kolam I dibagi menjadi 3 titik berdasarkan ada tidaknya telur katak. Sementara itu, kolam II dipilih karena ukuran kolam yang sangat kecil, tetapi ditempati oleh banyak telur katak. Masing-masing titik dilakukan tiga kali pengulangan. pengamatan yang kami lakukan meliputi faktor klimatik, yaitu intensitas cahaya, kelembaban udara, sematara faktor kimiawi air yang kami amati adalah pH, DO, MOT, salah satu dan faktor fisik air yaitu suhu air.
Alat alat yang digunakan dalam kegiatan kami kali ini adalah, lux meter, thermometer, pH indicator, botol gelap, pipet tetes, tabung reaksi, Erlenmeyer, gelas ukur, lampu spirtus, penjepit kayu. Adapun bahan-bahan yang kami gunakan adalah H2SO4 encer, H2SO4 pekat, KMnO4, MnSO4, Reagen Winkler, Na2S2O3 N/80, Amilum (kanji).
Perlu dijelaskan juga bahwa kondisi pada saat pengamatan adalah kondisi mendung dan akan turun hujan, karena ketika pengamatan kami belum selesai terjadi hujan. Pengambilan sampel air untuk uji kimiawi kami lakukan ketika hujan, baik pada lokasi 1 dan lokasi 2, sementara untuk faktor klimatik kami melakukan pengamatan pada saat hujan belum turun.

c.    Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan kami menemukaan perbedaan antara pada lokasi 1, sehingga kami membagi lokasi 1 menjadi 3 titik pengamatan. Lokasi satu tertutup oleh kanopi ketapang sehingga bagian kolam tesebut agak gelap, didalammnya terdapat daun daun ketapang yang terendam air dengan jumlah yang cukup banyak. Selain itu pada lokasi satu ditemukan banyak pohon eceng mangkuk sebagai tempat katak meletakkan telurnya. Pada lokasi ini kami menemukan banyak sekali telur katak yaitu sekitar 5 koloni telur. Telur telur tersebut menempel pada eceng mangkok dan juga pada daun ketapang yang terendam dalam kolam tersebut.
Titik 2 pada lokasi 1 memiliki perbedaan kondisi abiotik  yaitu kanopi yang menutupinya tidak terlalu besar sehingga masih lumayan terang, lokasi ini ditutupi oleh daun tumbuhan talas yang cukup lebar. Pada titik ini juga ditemukan eceng mangkuk dengan jumlah yang tidak terlalu banyak yaitu hanya dua buah. Pada titik ini juga daun yang terendam juga tidak terlalu banyak. Pada lokasi ini kami menemukan satu koloni telur katak yang menempel pada eceng mangkok dan juga telur katak yang melayang tidak menempel pada substrat apa pun.
Pada titik 3, kondisi abiotik jauh berbeda dari kedua titik sebelumnya yaitu daerah tersebut tidak tertutup oleh kanopi apa pun, sehingga daerahnya sangat terang. Pada titik ini juga tidak kami temukan eceng mangkok dan juga substrat substrat baik itu daun atau tumbuhan yang mati. Pada lokasi ini juga kami tidak menemukan telur katak. Alasan kami memilih lokasi ini sebagai titik 3 adalah untuk membandingkan 3 titik tersebut dimana titik 1 banyak ditemukan telur katak, titik 2 sedikit telur katak, dan pada titik 3 tidak ditemukan telur katak.
Lokasi 2 yang kami ambil sebenarnya masih berada di satu daerah hanya terpisah dari kolam lokasi 1. Lokasi ini berupa kolam kecil di pinggir kolam utama (lihat gambar 1). Pada kolam ini juga kami temukan tumbuhan sejenis talas talasan yang menutupi kolam tersebut. Disana kami menemukan bahwa kolam tersebut dipenuhi oleh telur katak.
Pada ketiga 2 lokasi tersebut, selain kami menemukan telur katak, kami juga menemukan katak dewasa dan juga kecebong kecebong yang berenang aktif di sekitar kolam.
Untuk lebih jelasnya, berikut kami sampaikan hasil pengamatan faktor abiotik dan kimiawi dari 2 lokasi pengamatan yang kami amati :


Tabel 1. Kondisi Faktor Klimatik Pada Tempat 1
Faktor Klimatik
Pengulangan
Titik
1
(x 10)
2
(x 10)
3
(x 10)
Intensitas cahaya (lux)
I
435
963
12460  
II
692
895
16580
III
668
399
9900
Rata-rata intensitas cahaya
598,3  
752,3
12980
Suhu air
(0C)
I
23
24
24
II
23
24
24
III
23
24
24
Rata-rata suhu air
23
24
24

Tabel 2. Kondisi Faktor Klimatik Pada Tempat 2
Faktor Klimatik
Pengulangan
X
1
(x 10)
2
(x 10)
3
(x 10)
Intensitas Cahaya (Lux)
1112
10300
8590  
6667,3
Suhu Air
(0C)
25
25
25
25

Tabel 3. Kondisi Faktor Kimiawi Pada Tempat 1
Faktor Kimiawi
Titik
1
2
3
DO (mg/l)
0,22
0,64
0,36
MOT air (mg/l)
< 12
20-30
20-30
pH air
5
5
5



Tabel 3. Kondisi Faktor Kimiawi Pada Tempat 2
Faktor Kimiawi
Nilai
DO (mg/l)
0,50
MOT air (mg/l)
20-30
pH air
6

Berdasarkan tabel tabel diatas dapat dibuah sebuah benang merah bahwa kondisi klimatik maupun kimiawi ketiga titik pada lokasi 1 maupun pada lokasi berpengaruh terhadap ada tau tidaknya telur katak pada lokasi tersebut. Pada lokasi 1, titik satu ditemukan banyak telur katak karena lokasi tersebut cahaya matahari tidak langsung mengenai kolam karena dihalangi oleh kanopi pohon ketapang. Selain itu juga terdapat beraneka substrat sebagai tempat menempelnya telur katak. Faktor kimiawi pada lokasi ini bila kita mengacu pada literatur tidak sesuai sebagai tempat hidup ataupun bertelur katak karena DO ditempat ini merupakan kadar DO terendah dari ketiga titik dari lokasi 1.
Mungkin keterbatasan kami adalah karena waktu pengambilan air untuk sampel, lumpur lumpur pada dasar kolam naik ke atas sehingga hasil perhitungan DO kami tidak akurat. Sementara lokasi 2, permasalahan yang kami temukan juga sama seperti dilokasi 1 yaitu kadar DO nya tidak sesuai teori. Namun untuk faktor yang lainnya seperti suhu air, kelembaban udara dan kejernihan, pada kedua lokasi  sesuai dengan literatur.
Berdasarkan masukan dari asprak, mungkin hal tersebut terjadi karena kekurangan literatur kami, yaitu kami hanya berfokus pada katak budidaya, sementara lingkungan yang kami amati adalah kondisi katak liar, mungkin karena itu terdapat perbedaan DO dari kedua kondisi tersebut.
DO yang tinggi disenangi oleh katak karena kondisi tersebut merupakan kondisi yang cocok sebagai tempat berkembangnya kecebong, karena kecebong katak bernapas dengan insang. Kondisi DO yang bnayak tentu akan memperlancar kecebng katak untk menyerap oksigen dari dalam air.  Selanjutnya suhu air yang kami temukan adalah 23-250C, suhu tersebut merupakan suhu yang hangat dan sedang-sedang saja sehingga telur katak akan cepat untuk berkembang. pH air yang kami temukan masih bersifat asam yaitu berada pada kisaran 5-6, pH air yang asam mendekati netral ini tentu dikarenakan adanya materi terlarut didalam air baik itu dari proses penguraian materi-materi anorganik seperti daun ketapang yang banyak kami temukan pada titik 1, lokasi 1.
Pada titik 3 pada lokasi 1, kami tidak menemukan telur katak karena pada lokasi tersebut tidak terdapat substrat atau tanaman tempat katak bisa menempelkan telurnya. Meskipun faktor kimiawi airnya relatif sama dengan titik 1 dan 2, keberadaan tanaman air dan substrat juga ternyata diperlukan oleh katak untuk bertelur. Disamping sebagai tempat bersembunyi bagi kecebong dan katak dewasa, substrat dan tanaman air tersebut berguna juga sebagai tempat penempelan telur katak.

d.   Kesimpulan
Karakteristik habitat telur katak di kolam kebun Botani antara lain dengan kondisi fisik air yang jernih, suhu air 23-240C, Intensitas cahaya 3990-103000 lux sedangkan kondisi kimiawi air Oksigen terlarut  0,22-0,64 ppm, pH air 5-6, dan Materi organik terlarut <12 -30 mg/l.

e.    Daftar Pustaka

Kastawi, Yusuf dkk. 2003. Zoologi vertebrata (edisi revisi). Malang: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang.





Komentar