UDANG GALAH
I . Karakterisasi
Morfologi
Badan udang galah terdiri ruas-ruas yang ditutup dengan kulit keras, tak
elastis dan terdiri dari zat chitin. Badan udang galah terdiri dari tiga bagian
yaitu bagian kepala dada (Cephalothiorax), badan (abdomen) dan ekor (uropoda).
Bagian
cephalothorax dibungkus oleh kulit keras yang disebut carapace. Pada bagaian
depan terdapat tonjolan yang bergerigi disebut rostrum. Secara taksonomi
rostrum mempunyai fungsi sebagai penunjuk jenis (species). Ciri khusus udang
galah yang membedakan dengan jenis udang lainnya adalah bentuk
rostrum yang panjang dan melengkung seperti pedang dengan jumlah gigi bagian
atas 11-13 buah dan gigi bawah 8-14 buah. Pada bagian dada
terdapat lima pasang kaki jalan (periopoda). Pada udang galah jantan
dewasa pasangan kaki jalan ke-2 tumbuh sangat
panjang dan besar, panjangnya dapat mencapai 1,5 kali panjang badannya (Hadie
dan Supriyatna, 1988). Sedangkan pada udang galah betina pertumbuhan kaki jalan
ke-2 tidak begitu menyolok.
Bagian abdomen terdiri dari lima ruas, tiap ruas dilengkapi sepasang kaki
renang (pleiopoda). Pada udang galah betina bagian ini agak melebar, membentuk
semacam ruangan untuk mengerami telurnya (broadchamber). Bagian uropoda merupakan
ruas terakhir dari ruas badan, yang kaki renangnya berfungsi sebagai
pengayuh atau yang biasa disebut ekor kipas. Uropoda terdiri
dari bagian luar ( exopoda) dan bagian dalam (endopoda) serta bagian ujungnya
meruncing disebut telson.
Ciri-ciri khusus udang galag jantan dan betina antara lain ;
Udang galah jantan
- Ciri yang paling mencolok adalah pasangan kaki jalan
ke-2, tumbuh sangat besar , kuat, bercapit besar dan panjang.
- Bagian perut lebih ramping dari udang galah betina.
- Kepala udang galah jantan tampak lebih besar dari udang galah betina.
- Tubuh udang galah jantan langsing dan keadaan ruang dibawah perut sempit.
- Alat kelamin udang galah jantan terletak pada pangkal kaki jalan ke-5.
Udang galah betina
- Pasangan kaki jalan ke-2 tumbuh kecil, capit yang ke-2 lebih pendek.
- Bagian perutnya nampak lebih gemuk dan lebar.
- Kepala udang galah betina lebih kecil daripada udang galah jantan.
- Tubuh udang galah betina terlihat gemuk dan ruang
bagian bawah perut membesar sesuai dengan kegunaannya untuk mengerami telur.
- Alat kelamin udang galah betina terletak pada pangkal kaki jalan ke-3.
II . Evaluasi Pertumbuhan
Pertumbuhan larva sangat dipengaruhi oleh faktor suhu, media, jenis pakan,
intensitas cahaya dan kualitas air. Dalam pertumbuhannya, udang galah mengalami
11 kali ganti kulit sebelum mencapai stadia benih (PL) (Uno dan Soo, 1969).
Proses ganti kulit ini diperlukan , sebab kulit larva udang galah mengandung zat
tanduk (chitine) yang keras dan tak elastis. Keadaan ini akan membatasi
pertumbuhan larva, sehingga tanpa ganti kulit tak mungkin larva akan tumbuh.
Pengamatan stadia
perlu dilakukan untuk mengetahui kemajuan dari pertumbuhan
larva. Pada setiap stadia tersebut terdapat perbedaan-perbedaan morfologis yang
menandakan ciri khas dari setiap stadia (Uno dan Soo, 1979). Pengamatan
stadia dapat dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. Pengambilan sampel larva
dilakukan secara acak (random), sehinggga diharapkan mewakili keadaan populasi
larva. Dari hasil pengamatan stadia ini dapat diketahui LSI (Larval Stage
Index). Nilai LSI ini merupakan indikator dari pertumbuhan larva. Perhitungan
LSI dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
LSI = (n1 +a) +
(n2+b) + (n3+c) + (nn+K)
N
Dimana ;
- A,b,c...k = stadia larva,
yaitu dari stadia 1-11.
-
n1,n2,n3...nn = jumlah larva
yang dilihat pada stadia yang sama.
-
N = jumlah total
larva yang diamati.
- Untuk memperoleh hasil pengamatan yang baik, jumlah
larva yang diamati dalam suatu populasi sebaiknya lebih dari 50 ekor setiap
kali pengamatan.
Dari hasil yang telah diujicoba di SUPUG, terlihat bahwa terdapat perbedaan
pertumbuhan antara benih hasil persilangan dengan tanpa persilangan. Secara
umum terlihat bahwa benih hasil persilangan menunjukkan pertumbuhan yang lebih
baik daripada benih hasil tanpa persilangan. Diantara benih
hasil persilangan terdapat pertumbuhan yang paling baik yaitu persilangan
antara induk betina Tasikmalaya dengan jantan BBAT, dimana stadia benih
(juvenil) dihasilkan pada hari ke-22 dan berubah total menjadi
juvenil pada hari ke-25.
Pada usaha pendederan dan pembesaran, pengamatan pertumbuhan
dilakukan 3 kali yaitu pada waktu tebar, pertengahan dan akhir
pemeliharaan. Dari hasil ujicoba, ternyata pertumbuhan yang berasal dari benih
persilangan lebih baik dibandingkan benih hasil tanpa persilangan. Lama
pemeliharaan pada tahap pendederan 2 bulan, sedangkan tahap pembesaran 4 bulan.
III . Evaluasi
Ketahanan Penyakit
Penyakit merupakan faktor pembatas dalam pembenihan
udang galah. Pembenihan yang baik hampir tak pernah dijumpai penyakit, karena
penyakit bakterial pada umumnya akan terbasmi pada
waktu media memperoleh perlakuan desinfeksi. Penggunaan desinfeksi terbukti
untuk mencegah timbulnya penyakit pada larva.
Kondisi larva juga
mempengaruhi timbulnya suatu infeksi. Parasit akan mudah menyerang larva yang
kondisi tubuhnya lemah. Larva yang sehat akan bergerak aktif, cepat mengambil
makanan, berwarna coklat dan tak pucat, tubuh tidak bengkok dan apabila aerasi
dimatikan larva akan segera berada dipermukaan air. Larva yang kurang sehat
akan tetap berada di dasar bak, tak aktif bergerak, tak aktif mencari
makanan, tubuhnya bengkok, warna coklat pucat, terdapat
bercak-bercak biru violet. Isi perut juga menandakan indikator
kesehatan larva. Apabila isi perut cukup penuh, hal ini menunjukkan larva cukup
sehat. Pengetahuan penyakit pada larva udang galah belum banyak diperoleh.
Sebagai tindakan pencegahan dilakukan pemberian antibiotika seperti
tetracycline, oxytetracycline, furazolidone. Pemberian antibiotika dilakukan
secara teratur, yaitu setiap 3 hari sekali.
Pada fase
pembenihan , udang galah sangat peka terhadap serangan
penyakit, terutama jika kondisi lingkungan kurang menunjang. Serangan tersebut
dapat berupa penyakit infeksi maupun non infeksi. Keduanya dapat
menyebabkan hambatan pertumbuhan maupun kematian. Dengan demikian
diperlukan kegiatan monitoring terhadap penyakit sehingga pengendalian penyakit
yang menyerang dapat dilakukan secara dini. Pada tahap
monitoring penyakit dilakukan pengambilan sampel udang galah kemudian dilakukan
inventarisasi dan identifikasi parasit dan bakteri yang ditemukan. Dari
monitoring yang dilakukan ditemukan parasit antara lain Zoothamnium sp.,
Epistylis sp., Vorticella sp., Scyphidia sp. dan Microsporidia. Pada musim kemarau frekwensi kejadian maupun
intensitas infeksi dari parasit-parasit tersebut lebih tinggi dibandingkan
dengan musim hujan.
Udang yang
terinfeksi oleh organisme patogen tersebut diatas, belum menunjukkan gejala
sakit yang nyata. Sedangkan jenis penyakit yang sering menimbulkan kematian
pada larva, ditandai dengan ciri-ciri larva berwarna putih susu, bentuk tak
normal serta gerakan jadi lambat. Hal ini diduga terserang bakteri vibrio sp. dan aeromonas sp. Bakteri-bakteri ini mudah menyerang larva yang mengalami
stress, gangguan fisik dan gangguan lainnya. Untuk menanggulangi penyakit ini
dilakukan pemberian prefuran dengan dosis 1ppm dan furazolidone 10 ppm.
IV . Evaluasi Lingkungan
Udang galah merupakan jenis udang air
tawar yang memerlukan lingkungan khusus sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Udang
galah sangat peka terhadap perubahan salinitas yang mendadak terutama pada saat
stadia larva (Wartono Hadie. 1993). Lebih lanjut dikatakan, pada saat
berlangsungnya proses reproduksi sampai ovulasi, penetasan induk udang galah
yang berumur 2-3 tahun memerlukan air dengan salinitas antara 5-12 promil.
Temperatur merupakan faktor penting dalam proses reproduksi udang.
Temperatur media berpengaruh terhadap pertumbuhan dan metabolisme tubuh udang.
Pengaruh temperatur dapat menentukan aktifitas makan udang. Temperatur media
yang optimal selama proses pemeliharaan udang adalah 28-31o C, dan akan stress pada suhu 24 o C, sedangkan proses kematian terjadi pada suhu
13 o C dan 33 o C (Hadie dan Supriyatna, 1991). Data mengenai
temperatur baik pada tahap pembenihan, pendederan dan pembesaran berkisar
antara 28-29 o C. Kisaran ini masih merupakan kisaran yang baik bagi
pertumbuhan larva.
Oksigen terlarut merupakan parameter
kualitas air yang paling kritis bagi budidaya udang galah (Hadie dan
Supriyatna, 1993). Kadar oksigen terlarut pada media dengan kisaran 5 - 7 ppm
baik bagi pertumbuhan udang setelah menetas. Kadar oksigen terlarut yang
terukur selama pemeliharaan baik pada tahap pembenihan, pendederan maupun
pembesaran berkisar 3,9 - 4,6 ppm. Meskipun kisaran ini bukan merupakan nilai
optimal, tetapi masih layak bagi kehidupan udang.
pH merupakan indikator tersedianya kadar CaCO3 (kesadahan) dimana senyawa tersebut merupakan faktor
penting pada proses pergantian kulit (moulting). Kisaran yang optimal 6,5
- 8,5 (Hadie dan
Supriyatna, 1993). Nilai pH yang terukur selama tahap pembenihan sampai
pembesaran adalah 6,5 - 8. Kisaran ini merupakan kisaran
yang ideal bagi pertumbuhan larva.
Ammonia pada media berasal dari hasil sekresi dan metabolisme serta
sisa-sisa makanan. Menurut Hadie dan Supriyatna (1991), kadar amonia 0,01 – 0,1
ppm masih dapat memberikan kondisi yang cukup baik dan akan stress pada kadar
0,6 ppm. Kadar ammonia yang terukur selama pemeliharaan berkisar anntara 0,01 -
0,27. Kisaran ini masih layak bagi kehidupan udang galah dan tidak menimbulkan
stress.
Nitrit pada media dapat timbul bagi sebagian amonia yang ada, yang diubah
oleh jenis bakteri Nitrobacter, Nitrococcus dan Nitrosomonas di dalam media.
Hadie dan Supriyatna (1991), menyatakan kadar nitrit kurang dari 0,1 ppm cukup
baik untuk pemeliharaan udang galah.
V . Sifat Reproduksi
Alat reproduksi udang galah jantan terdiri dari organ internal yaitu
sepasang vasdeferen dan sepasang terminal ampula, dan organ eksternal yaitu
petasma yang terletak pada kaki jalan yang ke-5 dan sepasang appendik maskulina
yang terletak pada kaki renang ke-2 yang merupakan cabang ke-3 dari
kaki renang. Fungsi alat kelamin eksternal udang galah jantan adalah untuk
menyalurkan sperma dan meletakkan spermatophora pada alat kelamin betina
(thelikum), sehingga telur yang akan keluar dari saluran telur (oviduct) ke
tempat pengeraman akan dibuahi oleh sperma dari thelikum tadi. Petasma ini
merupakan modifikasi bagian endopodit pasangan kaki renang pertama (Sandifer
dan Smith, 1979).
Udang galah betina alat reproduksinya terdiri dari organ internal yaitu
sepasang ovarium dan sepasang saluran telur dan organ eksternal yaitu thelikum
yang terletak diantara kaki jalan ke-3. Pada bagian dalam
thelikum terdapat spermatheca yang berfungsi untuk menyimpan spermatophora
setelah terjadi kopulasi (Sandifer dan Smith, 1979).
Induk udang galah betina mencapai kematangan gonad pada berat tubuh 20
gram, tetapi fekunditas yang baik dicapai pada ukuran 50 gram ke atas atau
panjang tubuhnya 18,1-229 mm. Sedangkan induk jantan kematangan gonadnya tidak
dapat diketahui secara visual, namun berdasar beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa udang dengan
panjang 155 dapat melakukan perkawinan (Ling dan Mrica, 1961). Cummings, 1961
dalam Nurjana, 1979 membagi perkembangan gonad udang galah menjadi 4 stadia, yaitu:
Stadia I : Garis ovarium kelihatan berwarna hijau
kehitaman, kemudian volumenya bertambah besar. Pada akhir stadia I, garis ini sudah sangat jelas dan terlihat membentuk
segi 6 dengan sudut yang menghadap ke arah rostrum, runcing memanjang pada
bagian dorsal cephalothorax.
Stadia II : Warna dan bentuk
ovarium semakin jelas dan tebal. Pada akhir stadia II ini warna ovarium tampak
kuning dan bentuknya semakin lebar ke arah belakang rostrum.
Stadia III : Warna ovarium berubah menjadi kuning tua
dan volumenya berkembang ke arah samping cephalothorax. Pada akhir stadia II
ini warana ovarium berubah menjadi orange dan organ eksternalnya yaitu thelikum
dan spermatheca (kantong penyimpan spermatophora) semakin berkembang sebagai
tanda udang telah siap kawin.
Stadia IV : Setelah semua
telur terovulasi maka warna dan bentuk gonad dapat dibedakan dari stadia 3
yaitu warnanya semakin hijau pucat dan volumenya semakin mengecil dengan
ditandai adanya garis putus-putus. Tanda ini dalam 2 hari akan hilang.
Pada pengamatan dilapangan, ditemukan induk
dengan berat 20 gram telah matang gonad. Tetapi induk ini tidak digunakan dalam
pembenihan, karena fekunditasnya kurang baik. Sedangkan yang digunakan dalam
pembenihan, bobot induk betina rata-rata 40 gram dan induk jantan 50 gram.
Penggunanaan induk dengan berat seperti diatas, dimaksudkan selain
fekunditasnya baik, juga akan menekan variasi ukuran larva.
VI . Produksi (Type
Budidaya)
Sistem yang diterapkan di SUPUG yaitu pemeliharaan secara monokultur dengan
sistem semi intensif. Padat penebaran 10 ekor/m2, dimana pemberian pakan sebanyak 4 kali dengan dosis 15,
10, 9, 6% dari bobot biomass, lama pemeliharaan 4 bulan.
Benih yang digunakan dalam pembesaran ada 2 macam yaitu benih hasil
persilangan dan tanpa persilangan. Dari benih hasil
persilangan diperoleh ukuran rata-rata 24,7 - 27,85 gram
atau sekitar 38,28 ekor/kg dan produksinya mencapai 70,82 kg/400 m2 atau 1.770,5 kg/ha/4 bulan. Sedangkan dari hasil benih
tanpa persilangan diperoleh ukuran rata-rata 22,47 - 23,8 gram
atau 43 ekor/kg dan
produksinya mencapai 54,07 kg/400 m2 atau 1.351,8 kg/ha/4 bulan. Produksi ini tergolong
baik, mengingat hasil yang diperoleh oleh Jayamane (1986) adalah 896,5
kg/ha/8 bulan.
VII . Asal Usul Induk
Induk yang digunakan di SUPUG berasal dari berbagai daerah seperti
Purbalingga, Tasikmalaya, Thailand dan BBAT sendiri. Tujuan diadakannya
induk dari berbagai daerah adalah untuk mendapatkan benih berkualitas dengan
jalan melakukan persilangan induk yang potensial dari berbagai daerah.
Disamping itu juga untuk menghindari persilangan dalam (in breeding). Dari
hasil yang telah dilakukan, terlihat bahwa induk hasil
persilangan menghasilkan larva lebih banyak dan menjadi juvenil
lebih cepat. Selain itu benih hasil induk persilangan pada tahap pembesaran ukurannya
lebih besar dan hasilnya lebih banyak.
VIII . Karapas
dan Kualitas daging
Tubuh udang tidak semuanya bisa dikonsumsi, karena selain
daging juga terdapat bagian-bagian yang tidak bisa dimakan seperti karapas,
kepala dan kulit. Dari beberapa sampel yang diukur, ternyata persentase daging
udang galah betina lebih besar dari persentase daging udang galah
jantan. Pada udang galah betina persentase karapas : 3, 88 % ; kepala : 41,57 %
; kulit : 9,26 dan daging : 45,29 %. Pada udang galah jantan persentase karapas
: 4, 64 % ; kepala : 45,10 % ; kulit : 1,66 dan daging : 41,81 %.Kualitas udang yang
baik antara lain ditandai dengan :
- Tidak cacat , kecuali kepala yang sudah dipotong.
- Warna belum berubah menjadi merah muda.
- Tidak ada noda-noda hitam.
- Bila dipijit dagingnya masih kenyal.
- Kulit masih kuat melekat.
Komentar
Posting Komentar